Gambar NONYA: Nona dan Nyonya



Sore itu tubuh saya terasa sangat lelah. Sejak pagi saya bergelut dengan aktivitas kampus—mengajar, rapat, membimbing mahasiswa. Belum sempat rehat, saya lanjut ke ruang operasi, menangani kasus perlengketan hebat pasca-operasi sebelumnya, dengan penuh was2 dan berakhir dengan baik, alhamdulillah... 

Namun tugas hari itu belum usai. Telepon dari suster di Poli bahwa sudah banyak pasien yang menunggu. Aku pun bergegas ke ruang poli kandungan. Dan, setelah semua pasien terlayani, ada satu pasien terakhir yang menunggu di poliklinik kandungan.


Dua gadis muda usia dua puluhan masuk ke ruang praktik. Satunya pasien, satunya sahabat.


Saya tersenyum, mencoba tetap ramah meski energi hampir habis.


“Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu?”

Sang pasien memperkenalkan diri: Arini, 20 tahun, mahasiswi. Dengan ragu ia berkata:

“Saya sudah 4 bulan nggak haid, dok. Biasanya memang tidak teratur, tapi kali ini agak lama. Saya juga punya pembesaran kelenjar tiroid. Apa ada hubungannya?”

Ia membuka jilbabnya, memperlihatkan benjolan di leher.

Saya mulai anamnesis. Saat saya menanyakan soal hubungan personal, ia tertegun. Pandangannya menghindar. Wajahnya berubah.

Saya tahu, ada sesuatu yang disembunyikannya.

Saya minta sahabatnya keluar sejenak. Privasi adalah prinsip dalam profesi kami. Saat saya memeriksa, perutnya tampak membuncit. Uterus membesar—seukuran kehamilan lima bulan.


Saya lakukan USG. Dan di sana, jelas tampak seorang janin berusia 20 minggu dengan detak jantung yang aktif.


Hening.


Saya menatapnya lembut.

Arini… kamu sedang hamil. Sudah tahu?”

Ia menunduk. Suaranya pelan.

“Saya curiga sih, dok. Tapi belum yakin. Pacar saya sudah menghilang. Nggak bisa dihubungi…”


Saya menarik napas panjang.

“Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan seperti ini?”

“Sudah beberapa bulan… Tapi ini baru pertama kali hamil…”


Matanya berkaca-kaca. Suaranya bergetar.

 “Saya takut, dok…”

Takut Allah marah?” saya bertanya perlahan.

Ia menggeleng.

“Saya takut orang tua saya tahu…”


Hati saya teriris. Begitu banyak anak muda yang lebih takut pada manusia daripada Tuhannya, bukan karena durhaka, tapi karena tak pernah diajarkan bagaimana mencintai Allah dan dirinya sendiri.

“Arini… kamu sudah dewasa. Kamu berani berbuat, harus berani bertanggung jawab. Bayi dalam kandunganmu tidak bersalah. Jangan tambah luka dengan niat menggugurkannya. Allah Maha Pengampun. Kamu masih bisa kembali.”

.........

Kasus Arini bukan satu-satunya. Ia bagian dari fenomena gunung es: yang tampak hanya sedikit, yang tersembunyi jauh lebih banyak.


Menurut data BKKBN (2023):


>