Gambar MUNGKINKAH DISATUKAN? Puisi Refleksi Katolik–Protestan (Seri 3)


Di antara salib dan

lonceng dan kidung yang berbeda irama,

masih ada jiwa yang mencoba bersua,

meski sejarah menyimpan luka yang tak sederhana.


Langkah-langkah ekumenis tak pernah diam,

menapak perlahan di jembatan harapan.

Mereka mencari simpul-simpul kasih,

dalam iman yang tak sepenuhnya bersisih.


Irlandia Utara masih kadang bernanah,

jadi cermin luka yang belum benar-benar reda.

Namun di balik bara yang kadang menyala,

tangan damai terus mencoba menggenggam bersama.


Tantangan dan Harapan


Ada yang tak lelah mengupayakan bersatu,

meski teologi memahat jalan berbeda waktu.

Perbedaan yang dalam tetap jadi sekat,

namun bukan tembok bagi niat yang kuat.


Bukankah di Islam pun sama adanya?

Sunni dan Syiah pun masih meraba-raba.

Kisah mereka akan kutulis kemudian,

karena semua umat sedang mencari pelabuhan.


Namun lihatlah:

di banyak ruang,

Katolik dan Protestan kini saling menentang

bukan dengan amarah,

tapi dengan tangan yang saling mengulurkan arah.


Mereka bekerjasama dalam kemanusiaan,

menyatukan langkah di medan perdamaian.

Membangun sekolah, mengobati luka,

tanpa bertanya siapa yang lebih benar jalannya.


Makna Persatuan


Beberapa yang arif pernah berkata:

penyatuan tak selalu menyatu lembaga.

Ia bisa berupa semangat yang sama,

misi luhur dari hati yang rela.


Mengapa tak dimulai dari saling memahami?

Dari menghormati makna di balik arti?

Karena persatuan bukanlah penghapusan,

tapi penyambungan kasih dalam keikhlasan.


Jika penggabungan masih jauh dari mungkin,

biarlah kedekatan menjadi jembatan yang dirintis pelan-pelan.

Dialog yang jujur, kolaborasi yang tulus,

bisa menjadi cahaya dari lorong yang halus.


Jejak Pribadi di Negeri Datar


Setahun di Leiden kutapaki penuh makna,

bertemu Pendeta Slob yang lembut dan bijaksana.

Ia mengundangku ke majelis Prof. Arkoun di Rotterdam,

pengajian lintas iman yang penuh salam dan kedamaian.


Karena ia perempuan yang penuh hikmah,

kutemani sahabat wanita dari tanah Makassar tercinta.

Kisah ini tak perlu kuulang kembali,

karena telah kutulis dalam lembar yang lebih pribadi.


Namun satu benang yang kutarik jelas:

jika lintas iman bisa bersapa dalam wacana yang ikhlas,

maka sesama Muslim seharusnya lebih mudah

merajut kerja sama dalam cinta yang tak mudah patah.


Catatan Sejarah di Henri Krimer


Kupelajari dari catatan lama:

agama samawi tak saling mendahului tanpa sebab nyata.

Maka di Barat, Kristen mudah menjalar,

karena hanya bersua kepercayaan lokal yang tersamar.


Namun saat Injil melangkah ke Timur,

khususnya Nusantara yang telah bercahaya makmur,

ia menemui Islam yang lebih dahulu menanam akar,

didukung kerajaan, adat, dan pasar.


Maka Kristen mencari ruang yang masih tersedia,

di Batak, Dayak, Toraja, Sulawesi Utara, dan Papua.

Di sanalah mereka menanam benih,

dalam ladang yang belum dipenuhi risalah dan fiqh.


Penutup


Persatuan memang bukan perkara sederhana,

tapi juga bukan utopia semata.

Selama masih ada cinta, ada kemauan mendengar,

persaudaraan akan menemukan akar.


Karena Allah tak menilai kita dari nama,

tapi dari cinta dan usaha menjaga sesama.


Wassalam dari Kompleks GFM

30 Juli 2025