Sang syekh bertutur:
Sesungguhnya orang yang berbuat buruk kepada kita, sungguh ia telah memberikan kebaikan-kebaikannya kepada kita di akhirat di tempat kebaikan-kebaikan dibutuhkan.
Karena itu, bagaimana mungkin kita pantas membalasnya dengan perbuatan buruk?
Seandainya seorang hamba disingkapkan, ia tidak akan menemukan seorang pun yang berbuat baik kepada dirinya seperti orang yang berbuat buruk kepadanya.
Barang siapa telah demikian keadaannya, termasuk wajiblah baginya dalam pandangan para ahli jalan tasawuf untuk membalas orang yang berbuat buruk kepadanya dengan segala kebaikan di dunia. Itu pun dengan tidak merasa bahwa ia telah membalas kebaikan orang itu dengan setimpal.
Seseorang bertanya kepadaku, “Mengapa engkau diam terhadap perbuatan buruk orang kepadamu sedemikian rupa hingga si pelaku yakin bahwa engkau tak ubah nya tembok tentang doyong yang hanya berani kepada diri sendiri?"
Jawahku kepadanya, "Wahai putraku, sesungguhunya ia memberiku banyak kebaikan dan aku tak Ingin membalas kebaikannya dengan keburukan,"
Tanda-tanda kebingungan tampak di wajahnya, lalu ia bertanya lagi, “Bagaimana bisa begitu? Kulihat Ia selalu berbuat buruk kepadamu, sedangkan engkau berbuak baik ini dan itu kepadanya.”
Aku berkata kepadanya, “Engkau adalah anakku dari sulbiku, bukankah begitu?"
Putraku menjawab, “Ya.”
Kutanya, “Apakah engkau mencintaiku?”
“Tentu, tetapi apa hubungan hal ini dengan apa yang kita bicarakan?' timpalnya.
Kutanya lagi, “Apakah bila aku meminta sesuatu kepadamu engkau akan memberikannya kepadaku?"
Ia menjawab, “Tentu, selama itu ada dalam kemampuanku”
Kukatakan, "Tetapi, pada Hari Kiamat bila engkau melihatku terbelenggu dengan rantai dalam keadaan ' digiring ke neraka dan aku meminta kepadamu satu — kebaikan yang dapat menjadi sebab keselamatanku dari neraka, apakah engkau akan memberikan kebaikan itu untukku?”
“Tentu, Ayahku," jawabnya.
Kutandaskan kepadanya, “Engkau berkata begitu sekarang, tetapi ketika engkau telah menyaksikan kengerian suasana Hari Kiamat, engkau hanya akan memikirkan keselamatan dirimu sendiril Demikanlah seluruh manusia, termasuk para nabi Allah: bemua hanya memikirkan keselamatan diri sendir, Pengecualian satu-satunya adalah Sang Sayyidul Wujud saw, yang telah Allah beri syafaat uzma Tidakkah engkau membaca firman Allah Taala dalam Al-Duran: "Pada hari (itu) manusia lari dari saudaranya, dari ibunya dan bapak: nya, serta dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.”?”
Ia menunduk sedikit. Kulanjutkan, *“Tetapi, si fulan yang perbuatan buruknya kepadaku sekarang tidak membuatmu takjub, dialah orang yang memberiku berbagai kebaikannya tanpa kuminta, bahkan bisa jadi dia juga akan memikul dariku sebagian dosaku dan mungkin pula dia akan memikul dosa-dosaku semuanya. Oleh sebab Itulah, aku memandangnya sebagai orang yang paling banvak berbuat baik kepadaku! Apakah engkau mampu berbuat baik kepadaku pada situasi dahsyat itu sebagamnana dia berbuat baik? Ibuku dan ayahku pun tidak mampu begitu. Bukankah engkau juga demikian?” *"Ya,” jawabnya.
Syekh Ali Al-Khawwah berujar: Bagi siapa yang ingin menjadi orang dekat Allah Taala, mestilah ada pendengki atau musuh yang Mengganggunya. Jika ia sabar, niscaya ia meraih magam imamah (kepemimpinan). Jika tidak sabar, buruklah keadaannya dan mundur.
Allah Taala berfirman: “Dan Kami jadikan di anta. ra mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi pe. tunjuk dengan perintah Kami manakala mereka telah bersabar?"
Allah Taala juga berfirman: “Dan sungguh rasul-rasul sebelummu pun benar-benar telah didustakan, tetapi mereka bersabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang keputusan (pertolongan) Kami kepada mereka.”
Intinya ialah bahwa Sang Hag Yang Mahatinggi selamanya tidak memilih seorang hamba di antara hamba-hamba-Nya untuk ke hadirat-Nya selama sang hamba menginginkan kedudukan baginya di hadapan makhluk. Oleh sebab itu, Allah timpakan gangguan Imakhluk) kepada sang hamba sehingga ia jadi tidak cenderung kepada satu pun makhluk. Apabila itu telah terwujud, Allah Taala pilihlah dia. Dikutip dari kitab Min Ma'arif al-Sadah Al-Shufiyyah karya Syekh Muhammad Khalid Tsabit..