Gambar MUDIK LEBARAN: KERINDUAN PADA FITRAH ASAL KEJADIAN


Idulfitri adalah perayaan kemenangan setelah sebulan penuh berjuang melawan hawa nafsu. Kini, tiba saatnya kita mudik, kembali ke kampung halaman. Pulang untuk bertemu handai tolan, bersilaturahmi dengan keluarga, dan merajut kembali kebersamaan yang mungkin telah lama terpisah oleh jarak dan kesibukan. Inilah makna lebih luas dari Idulfitri: kembali pada fitrah, pada kesucian. Melepas rindu dengan orang-orang tercinta dan sahabat lama, menghidupkan kembali kenangan masa kecil yang penuh kehangatan.

Mudik Lebaran adalah tradisi tahunan yang telah mengakar kuat dalam budaya kita. Sebuah perjalanan yang membawa kita kembali ke tempat di mana kita pertama kali belajar mengenal dunia. Tempat di mana kita pernah berlarian di pematang sawah, bermain di sungai yang jernih, dan merasakan kasih sayang bunda yang penuh harapan. Tempat di mana kita pertama kali mengeja kata dan menghirup udara segar, serta mengenal nilai-nilai budaya yang membentuk jati diri kita.

Janganlah kita lewatkan kesempatan untuk mudik. Sebuah perjalanan yang bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi juga mengulas kembali kenangan bersama orang-orang tersayang. Saatnya kita melepas rindu setelah sekian lama merantau di negeri orang.

Meskipun perjalanan mudik sering kali penuh rintangan dan tantangan, semangat untuk pulang tetap membara. Baru saja saya menyaksikan wawancara seorang wartawan kepada sekelompok pemudik. Mereka meninggalkan rumah sejak pukul 02.00 dini hari, namun baru tiba di Pelabuhan Merak pukul 10.00 pagi. Perjalanan mereka masih panjang, dan di antara mereka ada yang jatuh pingsan akibat kelelahan menunggu antrian panjang mobil yang hendak menyeberang ke Bakauheni. Semua ini ditempuh semata-mata demi satu tujuan: bertemu keluarga dan melepas rindu di hari yang fitri.

Ketika saya berkunjung ke salah satu kota peradaban dunia, New York, saya langsung bersujud syukur mengingat kampung halaman. Nurani berbisik dalam hati: betapa beruntungnya saya dilahirkan di kampung yang sederhana. Andai saya lahir di New York, mungkin saya tak akan pernah merasakan indahnya budaya kesederhanaan yang penuh makna. Artinya, sejauh mana pun langkah kaki membawa kita dalam perjalanan hidup, hati kita tetap akan kembali ke kampung halaman sebagai fitrah asal kejadian.

Ber-Idulfitri bukan sekadar merayakan kemenangan, tetapi juga kembali ke akar budaya dan jati diri kita. Sekarang, tibalah saatnya kita kembali ke tempat pertama kali belajar tentang kehidupan.

Wassalam,
Kompleks GFM, 1 Syawal 1446 H