Gambar MENYIMAK DISERTASI IBU RAS

Pengantar: saat hasil penelitian disertasi Ibu Ras dibukukan oleh perpustakaan kota Makassar, sayalah yang diamanahi untuk membahasnya di hotel Tulip Makassar pada akhir Oktober 2019. Sebagai murid dan mantan staf yang pernah jadi asisten beliau,
saya sam'an wa taatan. Mungkin karena beliau tahu persis saya memiliki latar belakang sebagai sejarawan.
Sebelumnya saya telah menyimpulkan buku itu dalam bentuk puisi sebagai di bawah ini. Kesimpulan inilah yang saya ingin kemukakan hari ini sekalipun hanya sebaguan.


MENYIMAK DISERTASI IBU RAS

(Puisi untuk sebuah pemikiran yang hidup dalam adat dan syariat)
Oleh Ahmad M. Sewang

Di Hotel Tulip, kota Makassar yang teduh,
kita membahas buah pikir yang tak luruh—
disertasi Ibu Ras kini menjadi buku,
tentang Pangngaderreng dan Islam yang menyatu.

Judulnya terang:
"Integrasi Pangngaderreng dan Syariat Islam di Bone nan lapang."
Tak sekadar adat dan hukum bergandeng tangan,
tapi perjumpaan nilai dalam satu tarikan nafas zaman.

I

Islam datang bukan sekadar petang,
ia telah bergaung sebelum resmi dijunjung.
Lewat saudagar Bugis dan Melayu yang datang diam,
iman dibisikkan sebelum Islam menjadi panji dalam.

Masyarakat Sulsel pun telah mengenal
Tuhan Esa: Dewata Seuwae nan kekal.
Maka kala Islam mengetuk gerbang adat,
hati pun terbuka, langkah pun cepat.

Kerjasama antar kerajaan pun menyala,
bersepakat: "Siapa temukan cahaya, sampaikan pada saudara."
Maka Islam bukan sekadar ajaran,
tapi jalan yang tumbuh dari tanah kelahiran.

II

Lalu datanglah pernikahan yang tak terbantah,
antara Pangngaderreng dan Syariat nan barakah.
Dalam Lontara Latoa, warisan bijak leluhur,
terbaca jejak integrasi yang terus menyusur.

a. Integrasi Substansial
Terdapat dua rupa yang mengalir alami:
Asimilasi dan Adaptasi yang saling mengisi.

Asimilasi:
Kepercayaan pada Dewata Seuwae berpadu dengan Tauhid,
nama Tuhan menjadi Allah, Maha Tunggal, tak terbagi sedikit.
Ajaran akhlak dalam adat bersatu dalam fiqih siyasah,
peradilan Pangngaderreng berpaut dengan hukum syariah.

Adaptasi:
Ketika hukum kawin silang berbeda bunyi,
Islam memilih jalan bijak: menyesuaikan, bukan meniadakan diri.
Tak memaksa adat luruh dalam waktu,
tapi menyapanya pelan, hingga hati bersatu.

b. Integrasi Struktural
Syariat tak sekadar disisipkan,
ia dicantumkan dalam tubuh adat yang kokoh bertahan.
Sarak bukan tamu, tapi bagian resmi kerajaan,
hadir dalam struktur, dikenal sebagai pakkatanni adek yang menjalan.

Ada kadi, ada aparat sarak yang mengurus ibadah,
mereka bukan hanya warisan, tapi penjaga arah.
Mereka menghidupkan Islam dalam rupa budaya,
menjaga ruh ajaran di tengah kearifan tua.

III

Buku ini bukan hanya riset akademik,
ia napas panjang dari sosok yang peka dan bijak.
Ibu Ras bukan hanya peneliti adat,
tapi penjaga jembatan syariat dan martabat.

Maka kuangkat puisi ini sebagai hormat,
bagi seorang ibu yang menulis dengan niat.
Tak banyak pemimpin berfikir sedalam itu,
dan tak banyak pemikir bersikap sebijak itu.


Wasalam,
 Kompleks GFM, 23 Juni 2025