Di dalam lintasan sejarah perkembangan Islam, sejak di masa Nabi saw. sampai masa kini di abad ke-2, masih ditemukan dua fatwa yang kontradiktif. Di masa Nabi saw., seperti dipraktekkan para sahabat antara Abdullah ibn Umar yang lebih berpaham tekstual. Dia berpendapat bahwa batal wudhu bagi orang yang bersentuhan bukan mahram. Berbeda dengan Ibn Abbas yang tidak membatalkan wudhu jika bersentuhan bukan mahram. (Baca buku: القرضوى, h. 54)
Di masa kini, terdapat perbedaan fatwa para ulama dari dua ormas Islam terbesar yang berbeda. Perbedaan itu menyangkut masalah hukum merokok. Ada ulama yang membolehkan dan ada pula mengharamkannya dengan illat yang berbeda sebagai dasar hukum. Demikian juga, perbedaan dalam menyikapi peringatan maulid Nabi saw. oleh Sekh Yusuf al-Qardawi dan Syekh Abdullah bin Abd. Aziz bin Baz yang telah dibahas pada seri sebelumnya.
Menurut Syekh Yusuf al-Qardawi, perbedaan demikian disebut perbedaan dalam masalah furu'iyah. Perbedaan itu disebut sunnatullah sebagai upaya berfastabiqul khairat. Perbedaan yang dilarang, menurut beliau, adalah jika membawa pada perselisihan. Dalam hubungungan ini, Umar bin Abd. Aziz berkata, مايسرني ان اصحاب رسول الله صلم يختلفون لولم يختلقوا لم يكن لنا رخصة Sesungguhnya saya tidaklah gembira, andai para sahabat Rasulullah saw. berbeda pendapat. Andai kata mereka tidak berbeda pendapat, maka tidak ada rukhsah (keringanan) bagi kami.
Menurut pendapat saya, jika ditemukan dua fatwa kontradiktif, seperti tersebut di atas, maka bisa disikapi ke dalam dua hal, Pertama, bagi orang yang sudah diberi kecerdasan tertentu dan kemampuan berpikir, maka ia bisa memilih dari dua pendapat yang kontradiktif itu yang dianggap lebih memberikan yang ia percaya akan membuatnya ke arah yang lebih tenang dan maslahah.
Wasalam, Kompleks GFM, 5 Okt. 2022 M/9 R. Awal 1444 H