Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kabar duka datang kemarin. Dr. H. Aswar Hasan, M.Si., satu di antara dosen terbaik kami saat kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), telah berpulang ke rahmatullah. Tentu kami mahasiswa Komunikasi angkatan 1994, menyatakan bela sungkawa yang mendalam.
Beliau lahir di Palopo pada tahun 1963. Sejak masa muda, kiprahnya sudah terukir dalam berbagai organisasi, di antaranya Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di awal tahun 2000-an, beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) mendampingi Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar. Pimpinan saya, alm. K.H. Djamaluddin Amien, serta Ketua PW NU Sulsel, alm. KH. Sanusi Baco, Lc., turut sebagai Pembina KPPSI. Kiprahnya menunjukkan bahwa beliau adalah akademisi yang tidak hanya mengajar di ruang kuliah, tetapi juga aktif terlibat dalam dinamika sosial dan politik umat.
Saya mengenal beliau sejak tahun 1994 ketika mulai kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unhas. Saat itu saya mengikuti setidaknya dua mata kuliah yang beliau ampu, di antaranya adalah Bahasa Jurnalistik. Saya lupa mata kuliah lain yang saya ikuti dari beliau, tetepi setiap pertemuan kuliahnya selalu penuh dengan ilmu, cerita, dan pengalaman yang membekas.
Yang membuat saya semakin hormat adalah kepeduliannya yang nyata kepada mahasiswa. Ketika saya menjadi Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat FISIP Unhas, beliau beberapa kali membantu dari sisi finansial. Dana tersebut kami gunakan untuk kegiatan organisasi, termasuk pelatihan dasar kepemimpinan atau Darul Arqam Dasar (DAD) yang diikuti oleh nama-nama yang kini dikenal luas, seperti Chaidir Syam yang sekarang menjadi Bupati Maros, Rahman Pina yang menjadi Anggota DPRD Sulawesi Selatan, dan Adnan Nasution yang menjadi dosen di Unhas.
Saya bersyukur beberapa waktu lalu, kami mengundang Bupati Maros meletakkan batu pertama pembangunan Masjid Batak Dalihan Na Tolu Sulsel di Dusun Mengempang Kec. Moncongloe Maros. Sebagai Ketua Panitia, saya hubungi beliau secara pribadi. Meminta kesediannya datang ke acara dimaksud. Alhamdulillah beliau berkenan. Bahkan Anggota DPRD Sulsel Andi Muhammad Irfan AB, juga turut hadir.
Saya juga punya kenangan khusus bersama almarhum Aswar Hasan di luar kampus. Pada tahun 2005, kami satu kapal dalam perjalanan dari Surabaya ke Makassar setelah menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Malang. Kami sama-sama kelas ekonomi, tanpa tempat tidur yang nyaman, berbaur dengan ribuan penggembira Muktamar.
Bahkan sebelumnya, di Masjid AR Fakhruddin Universitas Muhammadiyah Malang, saya pernah berada satu ruangan dengannya saat mendampingi Ketua PW Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Drs. KH. Nasruddin Razak. Di sela waktu istirahat siang, beliau memperkenalkan saya kepada seorang pria gagah berkumis tipis dengan mengatakan, “Pak, ini Ketua Muhammadiyah Sulsel dan ini sekretarisnya.” Padahal, saya bukan sekretaris, melainkan staf sekretariat. Belakangan baru sayya tahu bahwa pria itu adalah Bapak Rusdi Kirana, Direktur Utama Lion Air yang kini menjadi Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB.
Bagi saya, Pak Aswar adalah sosok yang memposisikan dirinya bukan hanya sebagai pengajar di kampus, tetapi juga sebagai pembimbing kehidupan. Ia terjun langsung ke masyarakat, memberi pencerahan lewat tulisan-tulisannya di media dan lewat ceramah agama. Beberapa tahun lalu, kami pernah megundangnya untuk mengisi acara Tarwi Keliling Ramadhan Keluarga Dalihan Na Tolu, perkumpulan warga Batak di Kompleks Banta-Bantaeng. Walau bukan pengurus resmi, beliau juga beberapa kali aktif di kegiatan Muhammadiyah, karena di dalam dirinya memang mengalir darah Muhammadiyah.
Suatu ketika beliau terpilih menjadi anggota komisioner tingkat pusat. Ada yang menuduhnya sebagai bagian dari kelompok radikal, tetapi ketika itu Wakil Presiden Jusuf Kalla membela beliau, sehingga pelantikan tetap berjalan.
Dalam ajaran Islam, wafatnya seseorang bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan menuju kehidupan yang abadi. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.” Saya yakin Pak Aswar termasuk orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat. Setiap mahasiswa yang pernah dia ajar membawa pengetahuan, nilai, dan inspirasi yang akan menjadi amal jariyah baginya.
Seorang dosen, dalam makna yang luas, bukan sekadar orang yang mengajar mata kuliah, tetapi juga membentuk pola pikir, membangun karakter, dan menginspirasi mahasiswa untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Pak Aswar memenuhi peran ini dengan baik. Ia mengerti bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai akademik, tetapi juga soal memberi teladan, membuka jalan, dan membantu mahasiswa mengatasi kesulitan hidup.
Filsafat memandang kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tak bisa dihindari. Plato menyebutnya pembebasan jiwa dari tubuh, sedangkan para filsuf Muslim seperti Al-Farabi dan Ibn Sina melihatnya sebagai kembalinya ruh kepada Pencipta. Kematian adalah pengingat bahwa hidup ini sementara, sehingga kita harus menjalaninya dengan penuh kesadaran dan makna. Kematian seorang pendidik seperti Pak Aswar bukanlah hilangnya sosok, tetapi berpindahnya beliau ke alam lain setelah menuntaskan peran pentingnya di dunia.
Kematian membawa banyak pelajaran. Kita diingatkan bahwa hidup ini singkat dan harus diisi dengan amal kebaikan. Kita belajar bahwa ilmu dan amal adalah bekal terbaik yang akan kita bawa kelak. Kita juga mengerti bahwa hubungan baik dengan sesama adalah warisan berharga, karena doa dari mereka yang pernah kita bantu akan menjadi cahaya di alam kubur.
Kepergian Pak Aswar mengingatkan bahwa ukuran hidup bukanlah panjangnya umur, tetapi besarnya manfaat yang ditinggalkan. Ia telah membuktikan bahwa seorang dosen dan aktivis bisa menjadi cahaya penerang di kampus, di organisasi, di masyarakat, dan di keluarganya.
Selamat jalan, Pak Aswar. Semoga Allah menerima semua amal baikmu, mengampuni segala khilafmu, melapangkan kuburmu, dan menempatkanmu di surga-Nya yang tertinggi. Kepada keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi kekuatan dan kesabaran.
Wassalam.
Samata Gowa, 14 Agustus 2025
Haidir Fitra Siagian
(Kosmik Unhas 94, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar).