Gambar Menemukan Nikmat di Lorong Rumah Sakit


Apakah engkau pernah merasa hidup ini hampa? Merasa tak berguna? Menjadi manusia paling menyedihkan di dunia? Rasanya semua pintu tertutup, hidup cuma berputar di lingkaran masalah yang tak ada ujungnya. Kadang kita mendengarkan lagu-lagu lama yang sendu, seakan-akan hidup kita memang pantas diiringi nada2 sendu.


Tapi, kawan… kalau sesekali kau merasa demikian, cobalah berjalan menyendiri. Bukan ke mall, bukan ke pantai yang eksotis, bukan ke pegunungan.... melainkan ke rumah sakit!


Di lorong-lorong rumah sakit, engkau akan belajar. Bahwa ada orang-orang yang ujiannya jauh lebih berat daripada sekadar patah hati,  masalah pekerjaan, atau saldo rekening yang menipis.


Beberapa kisah di lorong rumah sakit.


Ibu Lansia dengan Sandal Jepit lusuh


Aku bertemu seorang ibu tua di antrean loket. Ia duduk dengan tenang, memakai sandal jepit lusuh, sambil menggenggam setumpuk berkas medis.


“Ke dokter mana, Bu?” tanyaku.


“Ke dokter kandungan, Nak.”


Aku tercenung. Seorang nenek harus ke dokter kandungan?


“Sendiri, Bu? Tak ada keluarga?” selidikku.


“Suami sudah lama meninggal. Anak-anak sibuk semua, ada yang merantau, ada yang tak sempat mengantar,” jawabnya, masih dengan senyum yang berusaha tegar.


Aku bertanya lagi, dengan hati yang berat, “Sakit apa, Bu?”


“Kanker mulut rahim. Dokter bilang saya harus kemoterapi.”


Hatiku mendadak hangat, bercampur pedih. Di usia yang seharusnya dipenuhi istirahat, ibadah, dan cucu-cucu yang berlarian di sekitarnya, ia justru harus berjuang sendirian melawan penyakit yang mematikan.


Pasien Kanker Ovarium


Di bangsal kanker, aku melihat seorang wanita. Perutnya membuncit, bukan karena hamil, tetapi karena kanker ovarium dengan cairan yang menumpuk di perutnya.


Ia duduk dengan napas tersengal. Sesekali mengerang. Tidak bisa tidur, tidak bisa makan. Ya Allah… betapa sakitnya.


Di hadapannya, aku merasa kecil. Aku yang sehat ini sering mengeluh remeh-temeh, padahal ia hanya ingin satu: bisa hidup tanpa rasa sakit.


Si Bapak Kaya Raya


Aku melangkah lagi, ke ruang VIP. Seorang bapak tua duduk di kursi roda, didampingi perawat pribadi. Penyakit jantung, komplikasi dari hipertensi dan diabetes.


“Bapak ini tidak boleh makan daging, tidak boleh makanan enak,” kata perawatnya.


Aku terdiam. Hidup memang penuh ironi. Ada orang yang Allah beri harta melimpah, tapi harus rela membatasi banyak hal dalam hidupnya. Ada pula orang yang hidupnya sederhana, namun masih bisa menikmati makanan dengan lahap dan hati yang gembira.


Di situ aku belajar, betapa nikmat tidak selalu terletak pada banyaknya harta. Kadang justru ada pada hal-hal yang sederhana: sehat, selera makan yang baik, dan hati yang tenang.


Hikmah Kehidupan


Di titik itu, aku tersadar. Aku masih diberi Allah kesempatan yang mahal: bernapas lega, berjalan tanpa bantuan tongkat, makan makanan sederhana tanpa pantangan.


Aku masih bisa ke rumah tetangga untuk sekadar ngobrol, berbagi makanan, mengajar mahasiswa, bahkan menulis tulisan ini. Betapa kayanya hidupku, aku ternyata hanya miskin rasa syukur....


Allah berfirman dalam Al-Qur’an:


“Dan sedikit sekali dari hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)


Ya, kita sering lalai. Nikmat terlalu banyak, tapi yang kita lihat hanya kekurangannya. Kita sibuk membandingkan diri dengan orang lain, padahal ada orang yang setiap hari berdoa untuk bisa sehat sepertimu.


Hidup ini memang penuh warna. Ada tawa, ada air mata. Ada sehat, ada sakit. Tapi satu hal yang pasti: masih ada alasan untuk bersyukur.


Kalau masih bisa makan tempe goreng pakai sambal, syukurilah. Kalau masih bisa tertawa mendengar lelucon receh teman, nikmatilah. Kalau masih bisa shalat dengan khusyuk tanpa rasa nyeri di badan, peluklah itu sebagai hadiah dari Allah.


Karena bahagia itu ternyata sederhana: sehat, bisa makan, bisa tertawa, dan bisa bersyukur.


"

Ya Allah, ajari kami untuk bersyukur. Jangan biarkan hati kami sibuk menghitung luka, sementara nikmat-Mu tak pernah berhenti mengalir. Sehatkan tubuh kami, lembutkan hati kami, kuatkan jiwa kami. Jadikan sakit dan sehat kami sebagai jalan menuju ridha-Mu.


Aamiin ya Rabbal ‘alamin. "