عَلَىٰ كَثِیرࣲ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِیلࣰا
Suatu ketika Nabi Isa as lagi jalan bersama sahabat-sahabatnya. Di tengah lagi asyik jalan, mereka menemukan seekor bangkai anjing. Melihat ini, sahabat-sahabat nabi Isa as kemudian berkomentar, "Alangkah busuknya bangkai anjing ini". Mendengar itu, nabi Isa as juga berkomentar, "Alangkah putihnya gigi anjing ini."
Apa yang beda dari komentar sahabat-sahabat dan Nabinya ini? Boleh jadi seperti ini juga sikap kita misalnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sahabat-sahabat Nabi Isa as melihat sisi negatif dari bangkai anjing tersebut, yaitu bau busuk yang memang menyengat darinya. Sementara Nabi Isa masih dapat melihat sisi positifnya, yaitu giginya yang putih. Owh ini saya pikir ini hal yang sangat sulit. Di tengah menyengatnya bau busuk bangkai tersebut, kok seorang Nabi Isa as masih bisa melihat sisi positifnya? Mungkin sebab inilah, makanya Tuhan memilihnya sebagai rasul-Nya. Seorang utusan itu disebut dengan المصطفى (seorang manusia pilihan). Bangkai anjing yang sangat busuk saja masih dilihatnya ada hal yang positif darinya, apalagi terhadap anjing yang masih hidup. Kalau terhadap bangkai anjing saja seperti itu, apatah lagi kalau ia seorang manusia?
Sewaktu ada iring-iringan jenazah lewat, Rasulullah saw berdiri tanda memberi penghormatan terhadap jenazah itu. Seorang sahabat membisikinya, Ya Rasul, itu jenazah seorang Yahudi. Rasulullah saw berkata, "bukankah ia seorang manusia?"
Dalam surah al-Isra' ayat 70, (yang dikutip di atas): "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."
Salah satu kaedah Tafsir mengatakan, apabila Allah menyebut diri-Nya dengan kata "Kami", itu berarti dalam perbuatan tersebut ada keterlibatan makhluk-Nya yang lain. Dalam hal pemuliaan anak cucu Adam (manusia) ini, boleh jadi yang dimaksud kata "Kami" dalam ayat ini adalah Allah SWT, para malaikat-Nya, dan juga makhluk-Nya yang lain.
Mari meniru sifat dan perbuatan Allah, memuliakan anak Adam, "sipakaraya para rupa tau," dengan tidak memandang embel-embel/status sosial yang menempel di dirinya, apakah itu agama, etnis, suku dan lain-lain. Wallahu a'lam