Sadar atau tidak sadar, sosialisasi dan informasi kepada masyarakat terkadang belum tersaji seiimbang bahkan cenderung tidak akurat mengenai kebijakan terbaru fiskal pemerintah. Khususnya dalam konteks pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), sehingga berdampak pada minimnya kepatuhan wajib pajak. Di ruang yang lain muncul persepsi publik bahwa pajak itu ngerepoti
Salah satu mitos yang sering muncul adalah klaim bahwa PPh hanya membebani golongan menengah ke bawah, sementara golongan orang kaya lepas dari tanggung jawab pajak. Narasi semacam ini sering diviralkan untuk menyebarkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pajak.
Terlepas dari sengkarut kasus oknum "orang pajak" yang membuat negatif citra kementerian keuangan, mestinya kita telah memahami bersama, Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi suatu negara. Pajak tidak hanya berfungsi sebagai sumber dana pemerintah, tetapi juga alat untuk mengatur perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Perubahan peraturan perpajakan terasa makin dinamis setiap tahun. Terdapat beberapa aturan baru perpajakan yang telah diterapkan per Januari 2024, misalnya: Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk Pegawai, pajak atas rokok elektrik, Tarif cukai hasil tembakau (CHT) naik 10%, dan aturan NPWP 16 Digit Digunakan dalam Transaksi dengan Satker.
Disahkannya Undang- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Bidang PPh, Ibu Menteri Keuangan di beberapa kesempatan menyampaikan, semakin kaya warga negara, maka pajak yang dibayarkannya semakin mahal”, begitulah beleid pengaturan pajak bagi orang kaya (tarif PPh sebesar 35% bagi orang yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar.
Hal ini dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat sekaligus menambah sumber penerimaan negara. Pengenaan pajak memang sudah sepatutnya diberlakukan sesuai dengan prinsip ability to pay atau daya pikul masing-masing orang.
Dalam ketentuan perpajakan sebetulnya telah diatur bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka ia tidak dikenakan pajak. Pajak penghasilan baru diberlakukan jika wajib pajak memiliki penghasilan per tahun sebesar 54 juta rupiah ke atas dengan ketentuan tertentu, terdapat istilah atau pengkodean seperti TK/0, TK/1, K/0, dan lain-lain.
Skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER)
Dengan mengusung visi simplicity (penyederhanaan) dan fairness (keadilan), Pemerintah telah mengundangkan peraturan terbaru terkait dengan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 Terbitnya PP 58/2023 mencabut Pasal 2 ayat (3) PP 80 Tahun 2010. Sementara PMK 168/2023 menggantikan ketentuan lama. Kehadiran regulasi yang mulai berlaku 1 Januari 2024.
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan wajib dilakukan oleh: Pemberi Kerja, Instansi Pemerintah, Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain, orang pribadi dan Badan, dan penyelenggara kegiatan.
Skema TER ini belum tentu yang TER-ideal dan TER-baik menurut pemerintah, namun sudah pasti TER-optimal dengan memastikan aturan terbaru ini meringkas tahapan penghitungan pajak, dimana di aturan yang lama ada sekitar 400 skema penghitungan untuk menghitung pajak penghasilan pribadi bulanan. Dalam berbagai literatur smart book juknisnya telah ditekankan bahwa tidak ada pajak baru atau tambahan beban dalam pengenaan PPh atas wajib pajak orang pribadi.
Tarif sebagaimana diatur dalam PP ini digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.
Secara garis besar, pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan 2 (dua) tarif pemotongan, yaitu: 1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atau biasa disebut dengan tarif umum (lihat tabel 6.1); dan 2. Tarif efektif Pemotongan PPh Pasal 21 atau biasa disebut TER. Yang terdiri dari 2 (dua) kategori, yaitu: • Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian.
Tarif Efektif Bulanan; Tarif ini dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak pada awal tahun pajak. TER Bulanan terbagi jadi 3 (tiga) kategori, yaitu Kategori A, Kategori B, dan Kategori C (ada tabel kategorisasi). • Tarif Efektif Harian; Tarif ini diterapkan khusus untuk Pegawai Tidak Tetap yang didasarkan pada besaran penghasilan bruto harian (ada tabel kategorisasi). Penggunaan kedua jenis tarif tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan dan bersifat wajib (bukan opsional).
Menghitung Pajak TER tidak rumit
Jika ditanyakan rumit atau tidaknya bagi wajib pajak, khususnya bagi yang berstatus Karyawan perusahaan, ASN, TNI, dan POLRI, tentu perhitungan teknis di atas tidaklah rumit, dikarenakan tugas pemotongan/pemungutan pajak telah dilakukan oleh Bendahara. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 59/PMK.03/2022, Instansi Pemerintah diberikan mandat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bendahara Instansi Pemerintah dapat melakukan pemotongan Pajak terhadap penghasilan yang diterima lawan transaksi Instansi Pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah menggunakan APBN/APBD, dengan diatur oleh Peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia. Jenis pajak yang dipotong Bendahara Instansi pemerintah adalah PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 4 ayat 2, PPN, dan jenis pajak pusat lainnya.
Kemudahan lain yang ditawarkan adalah hadirnya Alat bantu yang bisa digunakan adalah kalkulator pajak digital yang dirilis di website djponline. Selain itu, penyuluh-penyuluh dari kantor perpajakan wilayah pastinya akan siap memberikan pendampingan teknis cara perhitungan Pajak Penghasilan dengan cermat dan akurat. Selain itu adanya kantor jasa konsultan pajak akan memberikan kemudahan bagi yang ingin mengetahui aturan terbaru ini.