Gambar MANUSIA BERHIERARKI

Suatu ketika, Syeikh Abdul Halim Mahmud dan Syeikh Mutawalli as-Sya'rawi berada sama-sama di London, Inggris.

Mereka berdua diskusi santai seputar berbagai masalah. Di akhir diskusinya, Syeikh Abdul Halim Mahmud mengatakan ke Sya'rawi, "Nampaknya baik ini kalau kita langsung ke Makkah, bersimpuh sujud di Baitullah, sebelum ke Mesir. Karena terlalu banyak hal yang kita liat dan saksikan di sini (London)."

Syeikh Sya'rawi menimpali ucapan sahabatnya itu dengan berkata. "Semua bumi adalah milik dan ciptaan Allah. Kalau maksud sahabatku, kita nanti ke Mekkah dan bertobat di sana, di sini pun (bumi Inggris) bisa, tanpa harus ke Mekkah."

Malam harinya, Syeikh Sya'rawi bermimpi ketemu Rasulullah dan tersenyum padanya, seakan membenarkan ucapannya kepada sahabatnya itu tadi siang.

Cerita di atas dimuat dalam salah satu buku biografi Syeikh Muhammad Mutawalli as-Sya'rawi yang ditulis oleh salah seorang muridnya. 

Menurut saya, ucapan kedua ulama besar di atas sama benarnya, cuma mungkin ucapan itu berhierarki dalam arti tidak berlaku sama bagi setiap orang. Kalau dilihat dari pembagian al-Ghazali tentang hierarki manusia, ada manusia awam, ada manusia khawas, dan ada manusia khawas al-khawas, maka ungkapan kedua ulama itu tertuju kepada manusia yang berbeda. Oleh karena itu ada hadis Nabi saw, خاطب الناس على قدر عقولهم (Bicaralah kepada manusia sesuai kemampuan intelektualnya), sebagai bukti manusia itu berhierarki.

Kebanyakan kita mungkin masih sangat dipengaruhi oleh tempat dan waktu dalam ibadah kita. Tempat misalnya Baitullah, masjid Nabawi, Raudhah, masjid/mushalla, dan lain-lain, sedangkan waktu misalnya 1/3 malam, Hari Jumat, Hari 'Arafah, Bulan Ramadhan, dan lain sebagainya. Begitu juga halnya ketika merencanakan sesuatu yang besar, seperti hari pernikahan, dan lain-lain. "Mattandai allo macoa nadiola".(menentukan hari yang baik untuk dilalui). Tidak heran, bahkan sahabatpun begitu. Beberapa riwayat mengatakan keimanan yang sangat kuat ketika bersama Rasulullah, dan memudar jika tidak bersamanya. Pagi hari beriman, sore hari tidak. 

Namun, bagi orang tertentu, hal itu sudah tidak berlaku baginya. Semua hari sama saja. Seperti misalnya,  Imam Ali Ibn Abi Thalib. Semua hari baginya sama saja baiknya. Bahkan ada ucapan terkenal dari beliau, "Seandainya tirai keghaiban tersingkap bagiku, hal itu tidak akan mempengaruhi sedikitpun keimananku."
Wallahu a'lam