Gambar ”LAIN DIMULUT LAIN DIHATI: Jangan Ada Dusta di Antara Kita"


Pernahkah kau tersenyum pada seseorang, sementara hatimu penuh kebencian terhadapnya?


Pernahkah kau berkata “Saya setuju”, padahal batinmu justru menolak keras?


Seberapa sering kita mengangguk di depan, lalu menusuk dari belakang?


Bukankah kita sudah terlalu lelah berpura-pura menjadi yang bukan diri kita?


Mengapa kita merasa aman dalam kepalsuan, padahal kejujuran adalah cahaya?


Apakah persaudaraan harus dikorbankan demi menjaga wajah?


Maukah kita hidup dalam topeng yang satu saat bicara, tapi lain saat merasa?


Mengapa mulut berkata manis, padahal hati menyimpan bara?


Mengapa kita pandai berkata “ya” di depan, tapi diam-diam menusuk dari belakang?


Apakah harga sebuah kejujuran lebih mahal dari kenyamanan ego?


Atau hati kita sudah terlalu biasa berdusta hingga tak lagi merasa berdosa?


Lidah bisa menyulam kata-kata indah, tapi hati yang menyimpang akan menelanjangi kebenaran.


Kita terlalu sibuk membungkus kebohongan dengan kemasan senyum dan basa-basi, hingga lupa bahwa Tuhan membaca isi dada, bukan hanya mendengar apa yang terucap.


Dusta bukan sekadar kesalahan teknis dalam komunikasi, ia adalah pengkhianatan terhadap fitrah suci kemanusiaan, ia merusak bukan hanya relasi, tapi juga kemurnian jiwa.


Sebab sekali saja kejujuran dikorbankan, maka seluruh tatanan kepercayaan akan roboh tanpa peringatan.


Betapa banyak sahabat menjadi musuh, keluarga retak tak terobati,

ukhuwah terputus tak kembali,

semuanya karena satu penyakit yang diam-diam membunuh perlahan: “lain di mulut, lain di hati.”


Padahal agama datang untuk menyatukan antara lisan dan batin.

Islam memuliakan mereka yang jujur dalam kata,konsisten dalam janji, dan teguh dalam komitmen.


Karena bagi Islam, kata bukan sekadar suara, tapi cermin dari kualitas jiwa dan kejernihan hati.


Maka mari kita duduk sejenak dalam perenungan.Bukan untuk menyalahkan siapa-siapa,

tetapi untuk bertanya pada diri sendiri: 


“Apakah aku jujur dalam setiap ucapanku?”


“Apakah hatiku selaras dengan lisanku?”


“Apakah aku berani memilih kebenaran meski menyakitkan?”


Sebab hidup ini terlalu singkat untuk dijalani dalam kepalsuan.

Dan tak ada yang lebih menyiksa selain berpura-pura sepanjang hayat.


Karena pada akhirnya, yang akan menyelamatkan kita bukan topeng-topeng sosial yang kita kenakan, tetapi hati yang tulus dan mulut yang jujur menyuarakan apa yang diyakini.


Inilah saatnya…Membuka topeng.

Menghapus dusta. Membangun kembali jembatan kepercayaan yang telah lama runtuh. Agar tak ada lagi dusta di antara kita.

Agar nurani dan lisan kembali menyatu dalam keindahan iman yang merdeka.


“Kejujuran itu mungkin tak membuatmu populer,

Tapi ia akan menyelamatkanmu di saat tak ada yang mampu menolong."


SOLUSI DAN LANGKAH PEMBINAAN DIRI


1. Tegakkan Kejujuran Sebagai Pilar Diri

الصِّدْقُ نَجَاةٌ

“Kejujuran adalah keselamatan.”

(Maqalah Arab populer, juga makna hadits Nabi)


Kejujuran bukan hanya berkata benar, tapi keselarasan antara hati, lisan, dan tindakan.Mulailah dari hal-hal kecil:


Bicara apa adanya, bukan apa yang ingin didengar orang lain.


Tidak bersandiwara untuk meraih simpati atau keuntungan.


Tidak membuat janji yang tidak ingin atau tidak bisa ditepati.


2. Menyucikan Hati dari Sifat Nifaq

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

“Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit itu...”(QS. Al-Baqarah: 10)


Nifaq atau kemunafikan bersumber dari penyakit hati: cinta dunia, iri, takut kehilangan citra. Maka obatnya adalah dzikir, muhasabah, dan memperbanyak amal tersembunyi yang hanya Allah tahu


3. Terapkan Prinsip Al-Wafa’ (Menepati Janji)

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

“Tunaikanlah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.”(QS. Al-Isra: 34)


Jangan mudah berkata: “InsyaAllah” jika tidak berniat melakukannya Jangan berkata “Saya dukung” tapi di belakang menjatuhkan. Wujudkan nilai komitmen dan kesetiaan, meski kadang itu pahit


4. Bergaul dengan Orang Shalih dan Jujur

المرءُ على دينِ خليلِه، فلينظرْ أحدُكم من يُخاللُ

“Seseorang akan mengikuti agama sahabatnya, maka hendaklah kalian melihat siapa yang kalian jadikan sahabat.”

(HR. Abu Dawud, Tirmidzi)


Lingkungan mempengaruhi lisan dan nurani. Berteman dengan orang yang jujur, amanah, dan terbuka akan membantu kita menjaga integritas.


5. Belajar Berkata "TIDAK" dan Menjaga Hati


Kadang kita menjadi "lain di mulut lain di hati" karena tidak berani berkata jujur.


Belajar berkata "tidak", bila itu bukan dari hati kita.Belajar diam jika kata kita hanya akan jadi topeng palsu.


DOA AGAR KITA TERHINDAR DARI MUNAFIK DAN DUSTA


اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ النِّفَاقِ، وَلِسَانِي مِنَ الْكَذِبِ، وَعَيْنِي مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

“Ya Allah, sucikanlah hatiku dari kemunafikan, lisanku dari dusta, dan mataku dari pengkhianatan. Sesungguhnya Engkau mengetahui pengkhianatan mata dan apa yang tersembunyi dalam dada.”


#Wallahu A’lam Bis-Sawab