Pada 2005, André Möller, seorang antropolog asal Swedia menerbitkan disertasinya di Universitas Lund menjadi buku berjudul, Ramadan in Java: the Joy and Jihad of Ritual Fasting. Dia tak banyak bicara tentang normativitas Ramadan menurut teks-teks agama. Lewat riset etnografisnya selama beberapa tahun di Yogyakarta dan Blora, dia mengeksplorasi bagaimana orang-orang Muslim Jawa memahami, menjalani dan menikmati puasa di bulan Ramadan.
Kesimpulan Möller, ibadah puasa bagi orang-orang Muslim Jawa adalah kesenangan (joy) sekaligus perjuangan (jihad). Sebagai ‘orang luar’ Möller mampu meneroka hal-hal menarik, unik, dan mengagumkan dalam ritual puasa Ramadan orang-orang Muslim Jawa. Hal-hal yang mungkin lumrah dijumpai dipraktikkan juga oleh orang-orang Muslim di luar Jawa.
Dia juga mencermati bagaimana penafsiran tentang Ramadan dipresentasikan dalam tulisan kontemporer di Indonesia. Setiap Ramadan, media-media Indonesia mengalami proses ‘Islamisasi’ sementara. Surat-surat kabar menyediakan banyak rubrik khusus untuk artikel tentang Ramadan. Toko-toko buku memajang lebih banyak buku bimbingan Ramadan. Stasiun-stasiun televisi menyiarkan beragam sinetron Ramadan. Radio dan pusat perbelanjaan menggemakan lebih banyak lagu dan musik “Islami”. Toko-toko yang menjual barang-barang terkait Ramadan pun menjamur di berbagai tempat.
Melanjutkan pengamatan Möller, yang menarik dicermati juga adalah kemunculan komentator Ramadan dalam beragam media. Media cetak, elektronik dan digital mengundang ulama, sarjana, mubalig atau pengamat untuk menulis seputar Ramadan. Biasanya, setiap ulasan diawali dengan definisi “Ramadan adalah..” atau “Puasa adalah..” (Om Google menemukan masing-masing 688,000 dan 422,000 entri untuk kedua kalimat itu selama pencarian di 2018).
Ramadan jelas menjadi teks penakwilan hermeneutik dan konteks pemaknaan semiotik yang selalu menarik bagi masyarakat Muslim. Para penafsir Ramadan tidak mesti mereka yang memiliki otoritas keilmuan yang relevan. Bermodalkan bacaan buku-buku terjemahan atau unduhan artikel-artikel digital dari internet, seseorang sudah bisa menjadi komentator Ramadan. Yang juga menarik, platform media sosial seperti Facebook dan WhatsApp, juga Instagram dan Twitter, tetiba disesaki puluhan tautan artikel tentang Ramadan.
Siapa pun tentu berhak bicara tentang Ramadan sesuai pengalaman eksistensial dan spiritual masing-masing. Syaratnya, dia harus sudah pernah menjalani sendiri ritus-ritusnya. Pada titik ini, setiap ulasan personal tentang puasa, misalnya, adalah sahih secara subjektif. Yang menarik, dan dalam satu hal juga menggelikan, jika seseorang bicara tentang puasa tidak menurut perspektif/pengalaman pribadi atau disiplin keilmuannya. Apalagi jika hanya menurut Om Google atau Artificial Intelligence (AI). Memang, ritual puasa bisa diulas dalam berbagai perspektif: fiqih, tafsir, psikologi, tasawuf, kesehatan dan sebagainya.
Yang termasuk menarik, misalnya, seorang dokter spesialis anestesi berbicara tentang puasa menurut qaidah-qaidah ilmu ushul fiqih. Atau seorang sarjana ekonomi mengulas tentang puasa dalam perspektif tafsir Al-Qur’an. Bukan perspektif Al-Qur’an tentang ekonomi, misalnya. Begitu juga, seorang sarjana sosiologi membahas kadar kesahihah hadis-hadis tentang sunnah-sunnah puasa. Atau seorang ilmuan politik meneroka puasa dalam pandangan tasawuf.
Karena penulis (WH), secara akademik saat ini, adalah penggiat antropologi, maka “celotehan-celotehannya” (jika tidak mau disebut “refleksi”) pada artikel-artikel sebelum ini dan berikutnya akan lebih mengikuti jejak Möller, yaitu menulis tentang Ramadan secara antropologis, atau lebih spesifik lagi, secara auto-etnografis.
Namun demikian, seperti dapat dilihat nanti, sesekali juga penulis menyisipkan pandangan-pandangan teologis-filosofis. Hal itu karena penulis juga memiliki latar belakang pendidikan formal kesarjanaan (S1 dan S2) di bidang teologi, filsafat Islam, tasawuf dan studi agama-agama. Oleh karena itulah, di berbagai kesempatan, penulis biasa mengungkapkan diri sebagai seorang anthropologist by doing dan theologian by training[]