Membaca cerita ini, saya langsung teringat kepada guruku, almarhum Prof Hamka Haq al-Badri yang melarang keras kitab-kitab perpustakaan Pendidikan Kader Ulama (PKU) dipindah ke MES PKU di Mesjid Raya. Kata beliau, "Ulama bisa kita percaya, kalau dipercaya menjaga wanita, tapi kalau kitab, jangan sama sekali, kitab itu pasti akan hilang satu persatu." Alasan beliau ini, masuk ke dalam akal KH. Muin Yusuf, sebelumnya dikenal dengan "kali Sidenreng" (ketua MUI waktu itu) yang tadinya mengizinkan perpustakaan itu dipindah karena lumayan jauh dari mahasiswa PKU). Alasan ini juga kemudian dapat saya pahami melihat di kampung itu ada kitab Imam Tandung ( yang sangat terkenal dengan kekeramatannya) berjudul "Syamsul Ma'arif." Kitab ini adalah kitab pusaka. Semua ahli warisnya ingin memiliki kitab ini, walaupun tidak tahu membaca kitab pusaka ini. Nyatanya, setelah kematiannya, kitab ini hilang (raib) entah kemana.
KISAM ISTRI AL-AMIR MUBASYSYIR BIN FATIK YANG MENENGGELAMKAN BUKU-BUKU SUAMINYA
Tenggelamnya para ulama dalam membaca, meneliti, dan mengembara di antara lembaran-lembaran buku dalam waktu berjam-jam setiap hari, terkadang malah bisa merugikan ilmu itu sendiri. Hal tersebut bisa terjadi jantaran buku-buku itu dirusak oleh istri mereka. Adakalanya, buku-buku itu dibakar, sebagaimana kisah a-Oadli 'Iyadl bersama istrinya, dan adakalanya ditenggelamkan. Berikut ini adalah kisahnya.
Syeikh al-'Allamah Sayyidi 'Abd al-Hayy al-Kattini” RA dalam buku Tarikh al-Maktabat al-Islamiyyah wa an Allafa fi al-Kutub mengatakan, "Termasuk ulama yang fokus mengodifikasikan buku-buku pada era dinasti Fatimiyah di Mesir adalah al-Amir Mubasysyir bin Fatik al-Amudi, seorang tokoh pemimpin dan ulama terkemuka di Mesir. Ibn Abi Ashib'ah menuliskan biografinya dan mengatakan, 'al-Amir Mubasysyirf bin Fatik adalah orang yang banyak membaca. Aku menemukan banyak kitab para ulama terdahulu yang ditulis olehnya, Ia mendikte sangat banyak kitab, Dan banyak dari kitab itu ditemukan dalam kondisi warna kertasnya sudah berubah dan tidak diketahui keasliannya, Syeikh Sadid al-Din al-Manthigi di Mesir bercerita kepadaku bahwa al-Amir Mubasysyir bin Fatik sangata mencintai memperoleh ilmu. Ia mempunyai peti-peti penyimpanan kitab. Dalam kebanyakan waktunya, ketika singgah dalam sebuah perjalanan, ja tidak akan berpisah dengan peti-peti itu. Ia tidak mempunyai kebiasaan selain membaca dan menulis, dan ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan hal yang paling penting dalam kehidupannya. Ia memiliki seorang istri yang berkedudukan tinggi dan anak orang bangsawan juga. Ketika ia sudah meninggal dunia, istrinya bersama orang-orang terdekatnya mengambil peti-peti penyimpanan kitabnya. Di hati istrinya berkecamuk pada kitab-kitab yang menyebabkan suaminya melupakannya itu. Istrinya lalu menangisinya. Dan pada saat itulah, istrinya bersama orang-orang terdekatnya melemparkan kitab-kitab itu ke dalam sebuah kolam besar yang berada di rumahnya, Setelah itu, kitab-kitab itu dinaikkan dari air, tetapi masih banyak yang tenggelam. Inilah mengapa kitab-kitab yang ditulis al-Amir Mubasysyir bin Fatik banyak ditemukan dalam kondisi seperti ini. Dikutip dari kitab Shafahat min Akhbar al-Anbiya' wal Ulama'...