Saya sengaja mengangkat kisah khayalan. Sebab, kisah nyata sering tak lagi digubris—bagai angin lalu.
Konon, di suatu negeri entah di mana, ada sebuah kawasan bernama "Pasar Bebas". Di sanalah tempat jual-beli gelar dan ijazah, mulai dari tingkat SD hingga universitas ternama. Yang diperjualbelikan bukan sembarang barang: ijazah asli pun tersedia dan bebas ditransaksikan. Memasuki wilayah ini berarti memasuki zona tanpa etika—segala sesuatu bisa diperjualbelikan, termasuk kehormatan akademik.
Mereka yang pernah mampir ke daerah pasar bebas, sering kali terbaca dari cara berpikir dan ucapannya. Kalimat seperti, “Tak perlu buang waktu sekolah, yang penting keterampilan!” adalah contoh paling umum. Etika? Sudah lama ditinggalkan. Ibarat praktik korupsi di negeri kita: meski para pemimpin berkoar mengharamkannya, kenyataannya makin hari makin menjadi-jadi.
Pada suatu waktu, seorang manusia lugu tanpa sengaja melintasi wilayah pasar bebas itu. Ia tertarik untuk membeli ijazah asli. Tapi sebelum memutuskan harga, ia teringat bahwa di negerinya sedang heboh kasus ijazah palsu yang menyeret sebuah universitas tua dan bergengsi. Maka ia pun berpesan pada sang penjual, “Biar mahal sedikit, yang penting ijazahnya dijamin asli.”
Sesampainya di kampung halaman, ia dengan bangga memamerkan ijazah barunya sambil berkata, “Ijazah ini spesial, saya pesan langsung dari Toko Anta Beranta. Dijamin 100% asli. Saya bahkan berpesan khusus agar mereka tidak menjual ijazah yang diragukan keasliannya.”
Seorang Guru Besar yang kebetulan hadir hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dengan nada datar, ia berkata, "Nak, ijazah asli itu bukan dibeli, tapi diusahakan. Sekalipun engkau ke negeri paling jauh, ijazah tetap harus diperoleh lewat jerih payah, bukan lewat transaksi."
Inilah kekeliruan banyak orang di dunia nyata: mengira segalanya bisa dibeli. Bahkan gelar Profesor pun kini tak sulit ditemukan di pasar bebas. Bahkan, hadis Nabi pun tak luput dari transaksi:
ان كن لك الفلوس فلك الملوس فلن لم تكن فلوس فلك المنفوس “Jika engkau punya fulus, engkau akan mulus. Tapi jika engkau tak punya fulus, maka engkau pun akan mampus.”
Wassalam, Kompleks GPM, 16 April 2025
---
Silakan jika ingin disesuaikan lagi nuansa bahasanya—apakah ingin lebih satir, lebih halus, atau lebih tajam. Saya siap bantu!