Gambar KEMBALI PULANG DARI NEGERI KINCIR ANGIN


Tepat di hari ulang tahunku,
Sebait takdir menjemput langkahku—
11 Agustus 1994, kuangkat koper dan doa,
Meninggalkan Leiden, membawa cahaya riset setahun lamanya.

Terima kasih, wahai sahabat di tanah nan jauh,
Khususnya kalian di Den Haag,
Pemuda Islam Eropa yang setia bersatu,
Nafhan Suhan, pemimpin yang tangguh dan lurus laku.

Kalianlah yang menjadikanku mubaligh di tanah asing,
Menjembatani Islam dari Belanda hingga Belgia nan hening.
Idul Fitri pun kami rayakan di Kedutaan Brussel,
Dan kalian mengatur segalanya penuh keikhlasan.

Saat hendak pulang ke tanah air,
Ibu Ras masih menjabat Dirjen—sosok bijak nan mengalir.
Aku sempat menginap di Wisma Sejahtera Ciputat,
Disambut Pak Amir Said, penuh hangat dan hasrat.

Tanpa diminta, ia berkata lirih,
“Selama nginap di sini, biayamu tanggunganku, sungguh aku bersih.”
Namun kuingat pesan Nurchalish yang tajam,
“Jika cukup, jangan meminta, biarlah kebenaran tetap dalam genggam.”

Maka kutolak dengan lembut, walau terpaksa menyimpang,
Berkata seolah urusan telah kututup terang.
Kelak, sebelum Pak Amir wafat di pangkuan zaman,
Kudatangi beliau, meminta maaf dengan penuh harapan.

Ia tersenyum, memahami niat tulusku,
Maka luruslah kembali benang antara aku dan beliau yang kupilu.

Usai kembali dan tamat S3,
Ibu Ras panggil aku ke ruang kerjanya yang berseri.
“Pak Harifuddin dapat tugas baru di DPRD, saya butuh pengganti,” katanya pasti,
“Pak Sewang, saya percaya, mari bantu kami.”

Aku tersentak, sebab tahu sudah banyak yang berharap,
Namun ia memilihku, mungkin karena jejak yang tertanam rapat.
Mungkin karena perhatian di Belanda masih terekam,
Meski semua tamu selalu kuperhatikan dengan salam.

Dan aku pun teringat firman Tuhan yang menenangkan hati:
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan itu sendiri." (QS. al-Rahman: 60)

Dari sana jalan itu terbuka,
Asdir II jadi langkah awalku di dunia kerja.
Belajar dari Ibu Ras yang bijak, yang matang,
Maka pelan-pelan kelemahan pun berkurang.

Jabatan datang silih berganti:
Direktur Pascasarjana dua kali,
Pjs. STAIN Kendari, lalu a WakilnRektor I UIN Alauddin Makassar,
Juga Pjs. Dekan Ilmu Kesehatan yang ikhlas bersabar.

Semua bermula dari satu kesempatan,
Diberi oleh seorang ibu yang penuh ketulusan.
Kini hanya doa yang mampu kubisikkan:
Ya Allah, balaslah amal Ibu Ras dengan surga penuh kenikmatan.

Aku takkan pernah lupakan jejak kebaikannya,
Ia bagian dari sejarah, dari cinta, dari ilmu dan maknanya.

Besok, izinkan aku membacakan lagi sebuah puisi,
Yang pernah kulantunkan saat bukunya diluncurkan di Tulip Hotel yang berseri.
Tentang Pangngaderreng, tentang warisan yang tak mati,
Tentang Ibu Ras, sang pelita di lembah akademi.

Wasalam,
Kompleks GFM, 20 Juni 2025