Gambar Karunia Kehidupan

Beragam cara orang memandang kehidupan ini, ada yang mengatakan “hidup ini adalah penderitaan”, ada yang berucap “hidup ini kejam”, dan tidak sedikit di antaranya yang mengeluh, “Ah, Tuhan tidak adil padaku”, “Kenapa saya tidak mati saja?”. Ungkapan senada yang mengandung rasa kesal seperti ini menunjukkan pengingkaran terhadap karunia Tuhan. Orang yang menganggap “hidup ini adalah penderitaan”, karena ia mengukur kebahagiaan hidup pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat materi dan harus di bayar mahal.

Tapi, coba tengok di pinggir jalan, di sela-sela deretan pedagang kaki lima, di atas bangku anyaman yang lusuh, sering kali kita temukan mereka tidur dengan sangat lelap. Bandingkan dengan orang yang mampu membeli kasur empuk dan tempat tidur mewah, tapi tidak mampu membeli tidur pulas.

Orang yang berucap “hidup ini kejam”, karena ia menginginkan kehidupan ini berjalan seperti apa yang ia kehendaki seolah-olah ingin menggurui Tuhan. Padahal perjalanan hidup ini tidak selamanya mulus. Sering kali, kita tersandera oleh keinginan demi keinginan yang sifatnya sangat sementara.

Tapi coba lihat di seputar kita, betapa banyak orang yang memiliki keterbatasan pisik, tapi mampu mengukir prestasi. Di antaranya tidak dapat melihat (buta) sejak lahir, tapi ia mampu menghafal Alquran. Sederet contoh lain dapat disebutkan tentang orang-orang yang memiliki keterbatasan, justru berprestasi dalam hidung yang sering mengeluh “ah Tuhan tidak adil padaku”, karena ia menginginkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kapasitas dirinya. Ia ingin kaya dan hidup mapan, tapi malas bekerja dan berusaha. Ia ingin sukses dalam karier dan mendapat penghargaan, tapi tidak memiliki prestasi kerja. Ia ingin dihargai, tapi tidak menghargai orang lain.

Sementara orang yang menyesali dirinya sembari berucap “kenapa saya tidak mati saja”, karena ia kalah dalam perjuangan hidup, kehilangan semangat hidup dan putus asa. Padahal sekiranya ia memahami bahwa kesempatan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya, merupakan ladang untuk melakukan aktivitas produktif berupa kebajikan-kebajikan akan membawa hasil untuk dirinya dan orang-orang di sekitarnya, tentu tidak akan disia-siakan.

Semua cara pandang tersebut, berawal dari sikap pesimis dalam melihat kehidupan ini. Rasa kesal dan putus asa, karena tidak mensyukuri rahmat dan karunia Tuhan. Tapi, coba simak kisah berikut: Dahulu hidup seorang ‘abid (ahli ibadah) yang telah beribadah selama lima ratus tahun, ia pun berdoa kepada Tuhan agar dia wafat pada saat sedang beribadah. Tuhan mengabulkan doa sang ‘abid, ia meninggal ketika sementara sujut

Tuhan berkata kepada para malaikat, masukkan dia ke surga karena rahmat-Ku. Sang ‘abid berkata: Tuhan, saya ingin masuk surga karena ibadahku, bukan karena rahmat-Mu. Tuhan mengulang perintahnya, malaikat masukkan dia ke surga karena rahmat-Ku. ‘Abid itu pun kembali berkata, Tuhan saya ingin masuk surga karena ibadahku. Tuhan pun berkata, malaikat masukkan dia ke neraka.

Lama setelah sang ‘abid berada di neraka, ia tak tahan dengan azab neraka, lalu memohon ampunan Tuhan. Sang ‘abid kemudian dimasukkan ke surga karena rahmat-Nya. Tuhan berkata: Kenapa engkau tidak ingin masuk surga karena rahmat-Ku. Tidakkah kau tahu bahwa dahulu kamu berasal dari setetes air yang hina, kemudian karena rahmat-Ku engkau berproses di perut ibumu menjadi manusia yang utuh.

Setelah itu engkau lahir ke dunia, dengan rahmat-Ku juga kurma, dan anggur tumbuh di sekitarmu lalu engkau memakannya. Air keluar dari perut bumi itu pun karena rahmat-Ku, dengan semua itu engkau tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Engkau ingin masuk surga karena ibadahmu, padahal sekiranya engkau memahami bahwa sepasang mata yang Aku berikan itu, belum sebanding dengan ibadahmu yang lima ratus tahun lamanya

Sejak terbukanya mata kita di pagi hari, hingga terpejam kembali di malam hari betapa banyak nikmat dan karunia Tuhan yang lalai untuk disyukuri. Apa pun yang kita terima hari ini, yakinlah bahwa itulah yang pantas menurut-Nya. Tugas selanjutnya adalah menjalankan peran hidup ini sebaik mungkin, kemudian bersyukur kepada-Nya semoga berkah dan kasih Tuhan menyertai. (*)