Gambar KARENA BOHONG BANYAK POLANYA

Beberapa kebohongan kita bisa berbentuk cukup unik. Mullah pernah melompati dinding menuju kebun seorang tetangga kaya dan ia mulai memenuhi karungnya dengan beraneka ragam sayur­an. Kebetulan, sang pemilik kebun melihat Mullah dan berlari sambil berteriak, “Apa yang sedang kaulakukan di sini?”
“Oh,” jawab Mullah, "Aku baru saja tertiup angin kencang ke sini.”
Ketika melihat aneka hasil bumi di tangan Mullah, sang pemilik kebun lantas bertanya, “Lalu, bagaimana sayuran-sayuran itu bisa tercerabut dari tanah?”
"Wah, segala puji bagi Allah,” ucap Mullah. “Aku berhasil berpegangan pada tumbuh-tumbuhan ini supaya aku tidak terseret angin.”
"Lantas, mengapa sayur-mayur itu ada di karungmu?” desak sang tetangga kaya. 
“Memang,” Mullah berkilah, “hidup adalah misteri. Itulah persis yang menjadi pertanyaanku sebelum kau menggangguku dengan kasar.”

Kebohongan kita bisa terbungkus kebaikan palsu. Mullah sedang menyantap seekor ayam bakar besar ketika seorang pe­ngemis meminta Mullah membagi beberapa gigit ayam kepada­nya. “Tentu dengan senang hati,” jawab Mullah, "karena aku percaya betapa baiknya jika kita berbagi. Namun, sayangnya, ayam ini milik istriku. Tanganku terikat, wahai Sahabatku yang sedang kelaparan. Aku makan hanya karena istriku memintaku berbuat demikian.”

Beberapa kebohongan kita bisa benar-benar telak. Seorang tetangga ingin meminjam tali jemuran baju Mullah, tapi Mullah menjawab, “Maaf, tali itu sedang digunakan sekarang. Kami sedang mengeringkan tepung terigu dengan menaruhnya di tali jemuran.”
“Mengeringkan tepung di tali jemuran!” sang tetangga berdecak kagum. "Itu pasti pekerjaan yang sulit.”
“Tidak sesulit dugaanmu jika kau memang tidak ingin meminjamkan tali jemur­an,” tukas Mullah tanpa rasa bersalah.