Gambar KAMI INI MILIK TUHAN...

"(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'an' (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang mendapat banyak keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan (Pendidik dan Pemelihara) mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”

Di dalam tarekat, kalimat إنا لله وإنا إليه راجعون adalah kalimat penyerahan diri. Kalimat bahwa apa yang ada di diri kita adalah bukan milik kita. Tidak ada yang kita punyai. Artinya, sedangkan yang ada di diri kita saja bukan milik kita, apalagi di luar diri kita?

Kalimat ini secara detail kita bisa melihatnya. Hidup kita, kekuatan kita, keinginan kita, ilmu kita, pendengaran kita, penglihatan kita, perkataan kita. Apa yang kita punya? Di dalam ilmu Kalam, inilah yang disebut dengan sifat ma'ani. Sifat ma'ani ini yang di dalam ilmu tharekat disebut dengan Aku-Nya Tuhan di diri kita (bahasa lainnya, punyanya Tuhan). Ini adalah pengejawantahan dari ruh yang ditiupkan Tuhan ke diri kita. Itulah diri hakiki kita.

Jadi kehilangan salah satu atau dua, tiga dan seterusnya ke tujuh hal tersebut, al-Qur'an mengajak kita untuk mengucap dan meresapi makna إنا لله وإنا إليه راجعون Kalimat ini akan meringankan beban kita. Karena, kita mengembalikan semuanya (hal) yang tidak kita miliki (yang sebelumnya kita anggap milik kita).

Penjelasan lain misalnya ditemukan dalam kitab-kitab tafsir sbb: 

Kami milik Allah. Jika demikian, Dia melakukan apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi, Allah Mahabijaksana. Segala tindakan-Nya pasti benar dan baik. Tentu ada hikmah di balik ujian atau musibah itu. Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, kami akan kembali kepada-Nya sehingga, ketika bertemu nanti, tentulah pertemuan itu adalah pertemuan dengan kasih sayang-Nya.

Kami adalah milik Allah. Bukan hanya saya sendiri. Yang menjadi milikN-ya adalah kami semua yang juga merupakan makhluk-Nya. Jika kali ini petaka menimpa saya, bukan saya yang pertama ditimpa musibah, bukan juga yang terakhir. Makna ini akan meringankan beban pada saat menghadapi petaka karena semakin banyak yang ditimpa petaka, semakin ringan ia dipikul.

Kalimat ini tidak diajarkan Allah kecuali kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya. Seandainya Nabi Ya'qub mengetahuinya, dia tidak akan berucap seperti ucapannya yang diabadikan al-Qur'an: "Aduhai duka citaku terhadap Yûsuf" (QS. Yûsuf [12]: 84). Demikian Said Ibn Jubair.

Yang mengucapkan kalimat (إنا لله وإنا إليه راجعون) Inna lillahi wa inna ilaihi raji'an dengan menghayati makna-maknanya, antara lain seperti dikemukakan di atas, mereka itulah yang mendapat banyak keberkahan.

Keberkahan itu sempurna, banyak dan beraneka ragam, sebagaimana dipahami dari bentuk jamak yang digunakan ayat di atas; antara lain berupa limpahan pengampunan, pujian, menggantikan yang lebih baik daripada nikmat sebelumnya yang telah hilang, dan lain-lain. Semua keberkahan itu bersumber dari Tuhan Yang Memelihara dan mendidik mereka, dan dengan demikian keberkatan itu dilimpahkan sesuai dengan pendidikan dan pemeliharaan-Nya.

Mereka juga mendapat rahmat. Kata (رحمة) rahmah, walau sepintas terlihat berbentuk tunggal, karena ia berbentuk kata jadian (mashdar) maka ia pun dapat mengandung arti jamak (banyak). Pakar-pakar bahasa Arab berkata bahwa bentuk kata jadian (mashdar) dapat berarti tunggal dan juga dapat berarti jamak.

Kita tidak tahu persis makna rahmat Ilahi. Yang pasti, rahmat-Nya bukan seperti rahmat makhluk. Rahmat makhluk merupakan rasa pedih melihat ketidakberdayaan pihak lain. Rasa pedih itulah yang menghasilkan dorongan untuk membantu mengatasi ketidakberdayaan. Bagaimana rahmat Allah, Allah Yang Maha Mengetahui. Kita hanya dapat melihat dampak atau hasilnya yaitu limpahan karunia. 

Mereka juga mendapat petunjuk. Bukan saja petunjuk mengatasi kesulitan dan kesedihannya, tetapi juga petujuk menuju jalan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi

Gowa, 26 Januari 2023