Gambar JIKA TAK PINTAR, BISA DICARI DENGAN BELAJAR, JIKA TAK JUJUR, KEMANA PULA AKAN DICARI? (2)

Jika tak pintar,

Masih ada ruang untuk belajar,

Namun jika tak jujur,

Ke manakah hendak dicari?


Setahun lamaku di negeri “Kincir Angin”,

Tak sekadar meneliti,

Tapi menyimak denyut batin masyarakatnya—

di sana,

anak-anak diajarkan sejak dini:

kejujuran adalah harga diri,

bukan sekadar perilaku,

tapi martabat seorang guru.


Guru merasa aib,

jika muridnya meniru saat ujian,

sebab yang lahir nanti bisa jadi pencuri,

bukan harta,

tapi masa depan negeri.


Tak heran jika penjaranya sepi,

hingga harus mengimpor narapidana,

sementara di negeri kita

jeruji besi menjerit sesak,

bahkan Lapas di Bagan Siapi-api

bernafas dalam sesak delapan kali lipat lebih.


Inilah bedanya negeri yang menghidupi nilai,

dengan negeri yang hanya menghafalnya.

Orang Belanda tak bersyahadat,

tapi menegakkan nilai-nilai Islam.

Sementara kita,

bersyahadat sejak lahir,

tapi sering meninggalkan ajarannya.


Betapa indah jika keislaman kita tak hanya ucapan,

tapi juga tindakan.


Bukankah al-Qur’an berkata:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh...”

Bukan hanya mengaku,

tapi juga membuktikan dengan perilaku.


Kini negeriku terbalik-balik:

Dulu, para pejuang rela lapar,

asal bangsa tak dijual.

Kini, segelintir orang berpesta pora,

sementara rakyat menanggung utang dan duka.


Semoga ada yang bangkit,

membalikkan kembali arah negeri,

dari dusta menuju jujur,

dari tamak menuju amanah,

dari ucapan menuju tindakan.


Wasalam

Kompleks GPM, 22 Juli 2025