Start typing & press "Enter" or "ESC" to close
Indonesian
English
العربية
Home
Profil
Pimpinan UIN
Sejarah UIN
Lambang
Visi Misi & Tujuan
Struktur Organisasi
Quality Assurance
Kerjasama Kemitraan
Dasar Hukum Pengelolaan
Pedoman dan Panduan Pengelolaan
Fakultas
Syariah & Hukum
Ekonomi & Bisnis Islam
Tarbiyah & Keguruan
Ushuluddin & Filsafat
Dakwah & Komunikasi
Adab & Humaniora
Sains & Teknologi
Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Program Pascasarjana
Lembaga
LEMBAGA
Penjaminan Mutu
Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPT
Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
Perpustakaan
Pusat Bahasa
PUSAT
Pusat Studi Gender dan Anak
Pusat Pengembangan Bisnis
Satuan Pengawas Internal (SPI)
International Office (IO)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Biro
Biro AUPK
Keuangan
Kepegawaian
Perencanaan
Umum
Biro AAKK
Akademik
Kemahasiswaan
Kerjasama
Sistem Informasi
Portal Mahasiswa Dan Dosen
Portal Alumni Dan Karir
Portal Kepegawaian/SDM
E-Kinerja
Kuliah Kerja Nyata
SOP
KIP
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Rumah Jurnal
Repository
Ebook
OPAC
Sistem Pengecekan Ijazah dan Transkrip
Registrasi Mahasiswa Baru
Pustipad Helpdesk
UKT Covid
Ujian Masuk Mandiri
Monev Perkuliahan Daring
Tracer Study
Sister
Kuliah di UIN
Penerimaan Mahasiswa Baru
Unit Kegiatan Mahasiswa
Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Agenda
Change Languange
English
العربية
Indra Kebergamaan (18)
20 April 2022
Oleh: Hamdan Juhannis
Sejujurnya saya sudah hampir kehabisan ide. Untung saya "dihidupkan" oleh respon cerdas dari para pembaca yang menurutku lebih layak tayang dari celoteh saya. Respon pembaca menunjukkan kelas mereka yang sangat kritis membaca tulisan.
Celoteh saya dikuatkan melalui ragam jalur. Diapresiasi dengan menambahkan, dikoreksi dengan meluruskan. Prof. Eka Putra Wirman dari UIN Padang meluruskan pemahaman terbatas saya ketika menunjuk kata "antum" sebagai kesalahan kolektif yang direlakan demi penghargaan. Terus terang, itu tanpa rujukan hanya mengandalkan "common sense" saya.
Menurut Prof. Eka, penggunaan "antum" dalam Bahasa Arab sama dg penggunaan kata "vous" dalam "la langue du Francaise". Yang berarti 1) anda sekalian 2) anda yg terhormat (org status tinggi, atau orang terhormat yg belum dikenal). Dari perbandingan pemaknaan kata ini, jelas saya salah bahwa itu bukan kesalahan kolektif tapi kesadaran kolektif yang ada sejak dulu.
Respon juga datang dari seorang sahabat yang sering saya panggil Kak, untuk menunjukkan kedekatan, Dr. Andi Tamsil (Wakil Sekjen ICMI Pusat). Responnya sangat mengejutkan, "Makin dekat kita pada seseorang, cenderung makin kasar cara memangilnya." Dahi saya yang sudah berkerut semakin berkerut dengan membaca responnya yang saya anggap provokatif.
Saya langsung menerawang ke fakta sosial masyarakat, apakah memang terjadi seperti itu? Ternyata saya terkadang memanggil isteri saya dengan menyebutkan namanya tanpa embel-embel. Ibu saya memanggil saya tanpa gelar dan tidak pernah lengkap. Saya pernah kurang nyaman dipanggil oleh teman di ruang publik hanya dengan nama langsung, tapi setelah saya pikir dialah salah satu teman yang terdekat.
Ada tradisi orang Makassar dalam bertutur yang dianggap rumit dan mungkin aneh bagi orang lain, penggunaan imbuhan diantaranya: "ki" "ko" "mi" "mo "pi" "ji" dan lain-lain. Penggunannya rumit karena bisa ditaruh di mana saja dan bisa digabung sesuai dengan pemaknaan yang diinginkan. Penggunaan imbuhan ini juga menentukan kehalusan berbahasa, misalnya imbuhan "ki" dan "ko" yang bararti anda. Dimanaki? berbeda penekanannya dengan dimanako? Dimanako? adalah pertanyaan yang kasar dan sering digunakan untuk orang yang dekat, ditandai dengan tidak tersinggungnya orang itu ketika "dikasari".
Jadi menurutku, Kak Tamsil benar bahwa semakin hati-hati seseorang itu berbicara kecenderungannya semakin berjarak secara sosial dengan lawan bicaranya. Hal ini diperkuat dengan koreksi Prof Eka, bahwa ternyata kata "vous" dalam bahasa Prancis yang berarti: anda semua, bisa berarti: anda, cara halus untuk orang yang belum begitu dikenal. Sampai disini, *mengertiko* semua?