Saya ingin mengurai sosok yang menurutku sangat fenomenal, guru saya dan guru bagi banyak orang, Prof. Ahmad Thib Raya. Siapa yang tidak mengenalnya khususnya yang berlatar belakang pendidikan tinggi keagamaan dengan jumlah murid yang sudah menyebar di berbagai daerah di Indonesia.
Tapi merangkai sisi hidup beliau dari sisi ini menjadi sangat menarik, mengandung keseruan dan keharuan sekaligus. Ceritanya bermula dari acara yang pernah saya ikuti di sebuah hotel di Jakarta. Saya dichat oleh Prof. Mardan (Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Alauddin) yang juga mengikuti acara itu, bahwa sekarang ada dua guru kita, sedang sarapan pagi di Restoran Hotel; Prof. DR. KH. Nasaruddin Umar dan Prof. DR. KH. Ahmad Thib Raya.
Saya bergegas turun namun Anregurutta Prof. Nasaruddin Umar sudah pergi. Saya hanya mendapati Anregurutta Prof. Thib dan duduklah kami bersama dengan beberapa kolega sambil bercengkrama. Tiba-tiba Prof. Mardan membawa koleganya, Prof. Fauzi (Wakil Rektor Bidang Akademik IAIN Purwokerto), yang menderita sakit gigi. Semua yang duduk di meja makan tertawa karena semua tahu bahwa Pak Prof. Thib bisa menyembuhkan orang sakit gigi hanya dengan berdialog beberapa saat.
Sambil menyimak pengalaman beliau dalam kaitan dengan interaksi dengan orang yang sakit gigi mulai dari orang biasa sampai para pesohor kaum rasional, dengan segala keseruan dan kelucuan, beliau sesekali menanyakan kepada Prof. Fauzi, apakah sakit giginya sudah membaik. Prof. Fauzi menjawab bahwa masih ada. Pak Prof. Thib lanjut bercerita menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang proses mendapatkan kemampuan menyembuhkan orang yang sakit gigi tanpa menyentuh atau memberikan apa-apa kepada si penderita. Tiba-tiba Prof. Fauzi mengatakan kalau sakit giginya sudah mulai membaik. Dan terakhir dia mengaku kalau sudah hilang sama sekali.
Banyak diskusi yang berkembang di meja makan; bagaimana proses mendapatkan kemampuan khas itu, termasuk pertanyaan tentang metamorfosa cara pengobatan yang dilakukan. Cerita Pak Prof Thib sangat detail.
Saya mencoba menelaah bagaimana itu terjadi secara ilmiah, karena secara imaniah sudah pasti melalui kekuasaan Tuhan dengan ikhtiar khusus yang dilakukan oleh Pak Prof. Thib. Saya mencoba mencari benang merahnya seperti ini. Pak Prof. Thib berhasil mengalirkan sugesti kepada penderita sakit gigi bahwa dengan doa dan ikhtiar beliau, mereka akan sembuh. Sugesti yang dialirkan itulah yang mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit si penderita.
Analoginya seperti ini, kita mungkin yang pernah sakit, lalu pergi ke dokter langganan kita, dan saat berbincang dan diberikan obat, belum sampai obat itu dikonsumsi, sudah ada perasaan sehat, karena jiwa kita sudah tersembuhkan oleh pengaruh positif dari pertemuan kita dengan dokter, muncul rasa sehat saat sudah konsultasi dengan dokter. Artinya, Pak Prof. Thib menyelesaikan sisi kejiwaan si penderita sakit gigi yang mungkin memang menjadi pemicu untuk secara sadar merasakan sakit gigi. Lalu Pak Prof. Thib dengan mengajak berbincang memainkan kejiwaan si penderita bawa sakit itu adalah persoalan rasa, dan ketika mengabaikan secara bawah sadar, rasa sakit itu akan hilang.
Entahlah, saya hanya mencoba merasionalisasi kemampuan khas yang dimiliki sosok Prof. Thib. Kalau anda belum yakin dengan penjelasan saya, apakah harus menunggu sampai sakit gigi, dan menemui beliau?