Start typing & press "Enter" or "ESC" to close
Indonesian
English
العربية
Home
Profil
Pimpinan UIN
Sejarah UIN
Lambang
Visi Misi & Tujuan
Struktur Organisasi
Quality Assurance
Kerjasama Kemitraan
Dasar Hukum Pengelolaan
Pedoman dan Panduan Pengelolaan
Fakultas
Syariah & Hukum
Ekonomi & Bisnis Islam
Tarbiyah & Keguruan
Ushuluddin & Filsafat
Dakwah & Komunikasi
Adab & Humaniora
Sains & Teknologi
Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Program Pascasarjana
Lembaga
LEMBAGA
Penjaminan Mutu
Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPT
Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
Perpustakaan
Pusat Bahasa
PUSAT
Pusat Studi Gender dan Anak
Pusat Pengembangan Bisnis
Satuan Pengawas Internal (SPI)
International Office (IO)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Biro
Biro AUPK
Keuangan
Kepegawaian
Perencanaan
Umum
Biro AAKK
Akademik
Kemahasiswaan
Kerjasama
Sistem Informasi
Portal Mahasiswa Dan Dosen
Portal Alumni Dan Karir
Portal Kepegawaian/SDM
E-Kinerja
Kuliah Kerja Nyata
SOP
KIP
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Rumah Jurnal
Repository
Ebook
OPAC
Sistem Pengecekan Ijazah dan Transkrip
Registrasi Mahasiswa Baru
Pustipad Helpdesk
UKT Covid
Ujian Masuk Mandiri
Monev Perkuliahan Daring
Tracer Study
Sister
Kuliah di UIN
Penerimaan Mahasiswa Baru
Unit Kegiatan Mahasiswa
Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Agenda
Change Languange
English
العربية
Indra Keberagamaan (3)
05 April 2022
Oleh: Hamdan Juhannis
Kecerdasan dikalahkan oleh kecanduan. Secerdas apapun anda, kecerdasan anda akan mengalami kelumpuhan bilamana sudah dipengaruhi oleh candu prilaku negatif." Anggaplah kalimat ini sebagai sebuah "dalil" dari saya. Namun, yang ingin saya tegaskan, idenya bukan murni lahir dari saya.
Ceritanya seperti ini. Saat kasus penipuan "robot trading" terungkap akhir-akhir ini, ada seorang teman memberikan pengakuan terbuka di antara anggota jogging club kami. Dia mengatakan untuk kesekian kalinya tertipu dengan modus penipuan seperti itu. Saat ditanya mengapa bisa berulang padahal modusnya sama? Dia menjawab, dia suka percaya sesuatu kalau sudah dijelaskan secara detail dan meyakinkan.
Lalu tiba-tiba seorang anggota jogging lainnya, Daeng Gau, menyela bahwa itu sejenis kecanduan. Saya terperanjat mendengar selaannya. Karena awalnya saya bingung, teman yang suka ditipu itu bisa disebut sebagai salah satu yang mungkin berkategori cerdas di antara hampir 100 anggota jogging kami. Dari sinilah gagasan dalil di atas saya buat. Dari kasus teman itu bahwa dia sudah terpaut jauh pada alam bawah sadarnya bilamana orang mengajaknya untuk masuk dalam pola-pola bisnis yang jenisnya mengarah kepada penggandaan uang.
Mungkin candunya bukan pada janji penggandaannya semata tetapi ada rasa penasaran yang selalu bergejolak bahwa apakah jalan pintas pencarian materi seperti itu bisa terbukti, atau paling tidak ada ketertarikan untuk memahami seluk beluk bisnis tersebut sampai bisa bertahan beberapa lama. Bisa juga karena faktor gampang mempercayai orang, apalagi yang sudah dianggap teman dekat.
Timbullah sejenis candu. Dan setiap menemukan fenomena itu, teman tersebut tidak bisa lagi mempekerjakan bekal kecerdasannya. Pola-pola kecanduan pada prilaku negatif bagi orang cerdas juga bisa terjadi pada fenomena lain. Sebutlah misalnya ketagihan pada obat terlarang, apakah orang yang terjebak seperti itu tidak punya nalar? Termasuk juga mereka yang terjebak pada radikalisme dan terorisme. Bisa saja karena candu doktrin yang membuat nalar kemanusiaannya terkubur. Dan masih banyak contoh lain yang mungkin lebih ekstrim. Tapi yang menarik fenomena teman saya, kenapa yah ada orang kecanduan ditipu, saya pikir biasanya yang ada, kecanduan menipu.