Start typing & press "Enter" or "ESC" to close
Indonesian
English
العربية
Home
Profil
Pimpinan UIN
Sejarah UIN
Lambang
Visi Misi & Tujuan
Struktur Organisasi
Quality Assurance
Kerjasama Kemitraan
Dasar Hukum Pengelolaan
Pedoman dan Panduan Pengelolaan
Fakultas
Syariah & Hukum
Ekonomi & Bisnis Islam
Tarbiyah & Keguruan
Ushuluddin & Filsafat
Dakwah & Komunikasi
Adab & Humaniora
Sains & Teknologi
Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Program Pascasarjana
Lembaga
LEMBAGA
Penjaminan Mutu
Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPT
Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
Perpustakaan
Pusat Bahasa
PUSAT
Pusat Studi Gender dan Anak
Pusat Pengembangan Bisnis
Satuan Pengawas Internal (SPI)
International Office (IO)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Biro
Biro AUPK
Keuangan
Kepegawaian
Perencanaan
Umum
Biro AAKK
Akademik
Kemahasiswaan
Kerjasama
Sistem Informasi
Portal Mahasiswa Dan Dosen
Portal Alumni Dan Karir
Portal Kepegawaian/SDM
E-Kinerja
Kuliah Kerja Nyata
SOP
KIP
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Rumah Jurnal
Repository
Ebook
OPAC
Sistem Pengecekan Ijazah dan Transkrip
Registrasi Mahasiswa Baru
Pustipad Helpdesk
UKT Covid
Ujian Masuk Mandiri
Monev Perkuliahan Daring
Tracer Study
Sister
Kuliah di UIN
Penerimaan Mahasiswa Baru
Unit Kegiatan Mahasiswa
Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Agenda
Change Languange
English
العربية
Indra Keberagamaan (26)
28 April 2022
Oleh: Hamdan Juhannis
Saya tergugah dengan Kultum Direktur Pasca Sarjana kampus saya, Prof. Galib. Saya sering mendengar ceramahnya, menarik secara umum. Tapi sejujurnya baru kali saya mendengar ceramahnya yang memiliki efek dentuman yang keras di benak saya.
Prof. Galib memulai dengan cara yang ringan bahwa harmoni bisa diraih dari keragaman. Beliau mencontohkan kehidupan kampus yang ditopang oleh keragaman latar belakang warganya. Sampai Prof.Galib menyinggung tentang harmoni berkeluarga yang terbangun dari perbedaan; jenis kelamin dan keinginan.
Sisi menarik dari kultum Prof. Galib adalah ramuan dari perbedaan pandangan menjadi harmoni bila mengarah kepada tujuan yag sama. Beliau mencontohkan bagaimana sebuah pasangan keluarga ketika ditanya apa resepnya untuk bisa saling mencintai, sehingga kehidupan kelurganya berlangsung harmonis, bukan semata melodis.
Suaminya menjawab bahwa dia selalu melantungkan doa-doa kesyukuran, yang kebetulan isterinya taat dan cantik. Lalu dia gambarkan doanya seperti dalam surat an-Naml ayat 19 yang memohon untuk selalu mensyukuri nikmat yang dianuhgerahkan kepadanya. Namun saat isterinya ditanya rupanya lantunan doanya diambil dari ayat lain yaitu yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 250, yang meminta kesabaran hati dan ketetapan pendirian. Jadi suami melantungkan doa kesyukuran sementara isteri mendendangkan doa kesabaran. Keduanya sama-sama berpijak pada kitab suci.
Persislah celoteh saya pada pasangan yang keduanya teman saya. Saya mengatakan, insyaallah anda berdua masuk surga karena mempraktekkan amal kebajikan. Bapak pasti bersyukur dan ibu pasti bersabar. Bapak bersyukur mendapatkan isteri yang salehah dan jamilah, sementara Ibu mendapatkan suami yang berpenampilan kalau kita jengkel sedikit saat bertemu, volume kejengkelan makin bertambah.
Keunggulan ceramah pak Prof. Galib, ada pada kemampuannya membentangkan esensi harmoni pasangan dengan paparan dalil. Itu yang saya tidak miliki, dan itu pulalah yang membuat saya masih sebatas berceloteh. Itulah menurutku, saatnya pak Prof. Galib dipanggil secara konsensus sebagai Anre Gurutta (AG).
Betul, orkesta musik yang indah dan padu itu memang didukung oleh bunyi-bunyian yang beragam. Harmoni itu adalah seni kehidupan, ibarat orkes musik, meramu ragam perbedaan menjadi keterpaduan. Samalah dalam berkeluarga, bila ada pasangan yang berani, yang satunya sebaiknya jadi "takut" saja. itulah gambaran orkestrasi. Bagaimana kalau semua berani? Namanya: demonstrasi.