Start typing & press "Enter" or "ESC" to close
Indonesian
English
العربية
Home
Profil
Pimpinan UIN
Sejarah UIN
Lambang
Visi Misi & Tujuan
Struktur Organisasi
Quality Assurance
Kerjasama Kemitraan
Dasar Hukum Pengelolaan
Pedoman dan Panduan Pengelolaan
Fakultas
Syariah & Hukum
Ekonomi & Bisnis Islam
Tarbiyah & Keguruan
Ushuluddin & Filsafat
Dakwah & Komunikasi
Adab & Humaniora
Sains & Teknologi
Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Program Pascasarjana
Lembaga
LEMBAGA
Penjaminan Mutu
Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPT
Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
Perpustakaan
Pusat Bahasa
PUSAT
Pusat Studi Gender dan Anak
Pusat Pengembangan Bisnis
Satuan Pengawas Internal (SPI)
International Office (IO)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Biro
Biro AUPK
Keuangan
Kepegawaian
Perencanaan
Umum
Biro AAKK
Akademik
Kemahasiswaan
Kerjasama
Sistem Informasi
Portal Mahasiswa Dan Dosen
Portal Alumni Dan Karir
Portal Kepegawaian/SDM
E-Kinerja
Kuliah Kerja Nyata
SOP
KIP
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Rumah Jurnal
Repository
Ebook
OPAC
Sistem Pengecekan Ijazah dan Transkrip
Registrasi Mahasiswa Baru
Pustipad Helpdesk
UKT Covid
Ujian Masuk Mandiri
Monev Perkuliahan Daring
Tracer Study
Sister
Kuliah di UIN
Penerimaan Mahasiswa Baru
Unit Kegiatan Mahasiswa
Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Agenda
Change Languange
English
العربية
Indra Keberagamaan (10)
12 April 2022
Oleh: Hamdan Juhannis
Masih tentang masalah kenyamanan dunia pendidikan, seiring dengan beragamnya respon yang sangat inspiratif untuk dilewatkan. Dr. Muhammad Zain, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemenag, mengakui bahwa Lembaga pendidikan sejatinya menjadi tempat yang nyaman untuk menyemaikan konten positif dan mencerahkan.
Menurutnya, selama ini sudah banyak lembaga pendidikan yang bertaraf internasional tetapi biasanya juga diikuti dengan biaya pendidikan yang tinggi. Ini menjadi paradoksal menurutnya, karena sejatinya pendidikan itu ibarat udara yang setiap orang berhak menghirupnya secara gratis, sambil mengutip Prof. Thaha Husain, cendekiawan terkemuka Mesir dan mantan menteri Pendidikan negeri Piramida itu. Namun Dr. Zain selalu optimis bahwa Pemerintah dan masyarakat pasti berjuang untuk menghadirkan layanan pendidikan berkualitas dengan biaya yang terjangkau.
Tapi betulkah kenyamanan selalu terkait dengan fasilitas fisik? Teman yang terrgabung dalam Ikatan Alumni Australia, Ardy Arsyad mengutip Feynman bahwa anak-anak sekolah sejatinya dibentuk untuk berfikir, meragukan, bertanya, dan belajar dari kesalahan, tetapi yang lebih penting semua dilakukan dengan suasana riang gembira.
Karena kenyamanan itu masalah rasa, terkait dengan suasana hati bagi peserta belajar. Suasana nyaman itu terbentuk dari ikatan, kita istilahkan dengan keterpautan jiwa. Jadi dunia pendidikan memang harus dibentuk menjadi medan magnet, sisinya selalu memiliki daya tarik. Para "founding fathers" dan tokoh-tokoh kaliber bangsa hanya dibentuk dengan situasi pendidikan yang penuh keterbatasan, bahkan dalam suasana revolusi tapi hatinya terpaut, jiwanya selalu hidup. Lihatlah, hasil gemblengan dunia pendidikan mereka, menjadi pemikir sekaligus aktifis.
Tapi dunia sudah berubah. Kenyamanan selalu dibentuk oleh persepsi. Generasi sudah jauh meninggalkan revolusi fisik, yang mereka hadapi sekarang revolusi teknologi. Kalau tidak beradaptasi dengan derasnya teknologi, susah mengharap ketenangan, yang hadir hanyalah ketegangan, kata seorang teman, Dr. Sulaeman Samad. Tapi kalau kembali lagi ke cerita film, yang seru itu biasanya cerita yang menegangkan, Pak Dr. Sul!