Meski masih diterpa dengan berbagai krusialitas pasca pemilu, rencananya di bulan Maret 2024, KPU akan mengumumkan hasil pilpres untuk menentukan arah masa depan negeri ini. Ujian terberat tentu bukan pada hari H penetapan pememang pilpress, tetapi pasca KPU menetapkan hasil tersebut secara final.  

Sudah menjadi kejamakan, pasca penetapan hasil pemilu  biasanya memunculkan reaksi, protes, demontrasi hingga membawa perkara sengketa ke Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks demokrasi, kondisi ini sah, asal jangan sampai terjadi protes dan demontrasi yang berkepanjangan yang melahirkan eskalasi konflik di tengah masyarakat dan berujung kepada konflik sesame anak bangsa. 

Sudah menjadi hukum Tuhan (Sunnatullah), setiap kontestasi, perlombaan atau pertandingan, pasti ada yang kalah dan menang. Akan tetapi definisi kalah dan menang bukan semata terletak pada hasil capaian yang yang diperoleh, tetapi sejauhmana kedewasaan dan pengendalian emosi dalam menerima kemenangan dan kekalahan dalam sebuah pertandingan.

Baik kemenangan maupun kekalahan, keduanya merupakan ujian Tuhan kepada manusia. Terkadang ada orang yang lupa diri penuh euphoria dengan kemenangannya, dan ada pula orang yang terlalu kecewa dan terhempas dalam badai prustasi karena mengalami kekalahan. karena tidak dapat menerima kekalahannya. Padahal hakikat kekalahan dalam sebuah kompetisi bukanlah kekalahan dalam sebuah reputasi dan harga diri, tetapi hakikat kekalahan adalah bentuk dan cara Tuhan untuk lebih memuliakan dan menyayangi hambaNya dengan cara menyelamatkannya dari jebakan kekuasaan dan kemegahan yang biasa dapat membawa seseoang lupa daratan.

Jika pasangan yang kalah pada hakikatnya sedang diuji Tuhan, maka pasangan capres yang menang juga sedang dicoba dengan kekuasaan. Hakikat kemenangan bukanlah ketika manusia mampu memenangkan sebuah pertarungan, tetapi kemampuan untuk mempertahankan prestasi dan menjaga integritas dirinya setelah pertarungan usai. 

Dibanding dengan pasangan yang mengalami kekalahan, beban pasangan yang menang dalam Pilpres jauh lebih berat karena harus memikul sejumlah amanah rakyat yang diberikan kepadanya. Beban yang dihadapi begitu rumit dan kompleks. Di tengah dunia mengalami krisis global, janji perbaikan ekonomi, pemberantasan kemiskinan, penanggulangan pengangguran, mutu pendidikan dan kesehatan serta tersedianya lapangan kerja harus direalisasikan.  Masyarakat pasti menagih janji-janji politik yang pernah disampaikan di saat kampanye yang lalu.
 
Dengan demikian, baik yang kalah maupun yang menang, sesungguhnya masing-masing dalam posisi terhormat, dengan catatan masing-masig saling menghargai dan menghormati. 

Pilpres itu seperti pertandingan tinju. Ketika sebuah perhelatan tinju akbar akan digelar, para pelatih dan sejumlah tim sukses memberikan masukan kepada sang petinju agar mampu memenangkan pertandingan. Tidak jarang terjadi perang urat saraf antar kedua tim dan sesumbar untuk saling mengalahkan. Bahkan sejumlah pengamat mencoba memprediksi siapa yang bakal keluar sebagai pemenang. Ketika gong ditabuh, dua orang petinju saling beradu strategi untuk memenangkan pertandingan. Pukulan demi pukulan terkadang membuat muka memar, berdarah bahkan knock down. Jika kekalahan telak (knockdown), maka sudah dipastikan tidak ada klaim kemenangan pada dua pihak, akan tetapi jika pertandingan berakhir hingga 12 ronde, biasanya kedua petinju (kedua tim) merasa yakin dan mengklaim dirinya akan menang, meski keputusan wasit belum diumumkan.

Meski menjalani sebuah pertandingan yang sangat ketat dan kompetitif, ada hal menarik dari pertandingan tinju yaitu usai pertandingan, apakah menang angka atau knock down, dua petinju itu saling berangkulan saling mengucapkan selamat dan kemudian melepaskan sarungnya.

 Dalam konteks keindonesiaan, ketika pilpres sudah usai, maka seyogyanya setiap kontestan harus saling merangkul dan menghargai. Tidak perlu lagi saling menyerang, karena pertandingan telah usai (game is over). Yang kalah mengambil pelajaran dari kekalahannya untuk menatap hari esok yang lebih baik, sedangkan yang menang harus mampu membuktikan prestasinya di tengah masyarakat.

Negeri yang sangat indah dan kaya akan sumber daya alam ini tidak boleh chaos hanya karena perbedaan politik dan pilihan. Kebersamaan, persatuan, perdamaian dan kedamaian harus menjadi prinsip utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi ujian kenaikan kelas dengan pesta demokrasi pilpres yang baru saja usai. Jika masyarakat mampu melalui masa-masa krusial ini, maka Indonesia akan menjadi champion demokrasi yang dapat memberikan pendidikan dan contoh demokrasi yang sangat baik kepada masyarakat Indonesia dan dunia umumnya. 

Hanya dengan kebersamaan, persaudaraan, persatuan dan kerja keras, bangsa ini akan bangkit.