Gambar HIKMAH ITU ANUGERAH YANG BESAR


"Dia menganugerahkan al-Hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa yang dianugerahi al-Hikmah, maka ia benar-benar telah diberi anugerah yang banyak. Dan hanya Ulu al-Albab yang dapat mengambil pelajaran."

"Ambillah hikmah itu di manapun kamu menekannya. Karena ia milik kaum mukmin yang hilang."  (Al-Hadis).

Ayat sebelum ayat di atas menjelaskan dua jalan yang terbentang, jalan Allah dan jalan setan. Sungguh berbahagia lagi bijak yang mengetahui dan menerapkan yang baik dan benar. Akal sehat menetapkan bahwa jalan yang baik dan benar adalah jalan Allah karena yang menelusurinya mendapat ketenteraman serta meraih peningkatan. Itulah pilihan yang bijaksana; sayang tidak semua orang menelusurinya. Memang hanya yang dianugerahi hikmah yang dapat memahami dan mengambil pilihan yang tepat.

Kata ahli tafsir, hikmah terambil dari kata (حكم) hakama, yang pada mulanya berarti menghalangi. Dari akar kata yang sama dibentuklah kata yang bermakna kendali, yakni sesuatu yang fungsinya mengantar kepada yang baik dan menghindarkan dari yang buruk. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan pengetahuan dan kemampuan menerapkannya.

Secara sederhana, saya biasa memahaminya dengan ungkapan-ungkapan bijak. Tidak salah, karena ungkapan bijak ini menghalangi kita dari keburukan, dan mengantar kita kepada kebaikan. Kata Inayat Khan, kata-kata yang bijak (hikmah) lebih berharga ketimbang intan berlian. Di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pernah ada kajian kitab Al-'Amad 'ala al-'Abad  yang diasuh oleh R. Mulyadhi Kartanegara berisi ungkapan-ungkapan hikmah dari (masa) filosof Yunani hingga Islam.

Hikmah kemudian  dipahami dalam arti pengetahuan tentang baik dan buruk, serta kemampuan menerapkan yang baik dan menghindar dari yang buruk. Sekali lagi, ayat sebelum ini menjelaskan dua jalan, jalan Allah dan jalan setan. Siapa yang dianugerahi pengetahuan tentang kedua jalan itu, mampu memilih yang terbaik dan melaksanakannya serta mampu pula menghindar dari yang buruk, dia telah dianugerahi hikmah. Tentu saja siapa yang dianugerahi al-Hikmah itu, maka ia benar-benar telah diberi anugerah yang banyak. Sayang, tidak semua menggunakan potensinya mengasah dan mengsuh jiwanya sehingga tidak semua yang diberi anugerah itu, bahkan tidak semua mau menggunakan akalnya untuk memahami pelajaran tentang hakikat ini, hanya Ulu al-Albâb yang dapat mengambil pelajaran. 

Di dalam kitab-kitab tafsir dijelaskan, kata  Ulu al-Albab terdiri dari dua kata ulu yang berarti pemilik atau penyandang, sedangkan albâb sebagaimana dijelaskan dalam ayat 179 surah ini adalah bentuk jamak dari  lubb, yaitu saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulu al-Albab adalah orang-orang yang memiliki akal murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit", yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungkan ketetapan-ketetapan-Nya, serta melaksanakannya, itulah yang telah mendapat hikmah, sedangkan yang menolaknya pasti ada kerancuan dalam cara berpikirnya, dan dia belum sampai pada tingkat memahami sesuatu. Ia baru sampai pada kulit masalah. Memang fenomena alam mungkin dapat ditangkap oleh yang berakal, tetapi fenomena dan hakikatnya tidak terjangkau kecuali oleh yang memiliki saripati akal..