Dalam salah satu riwayat hadits shahih, Rasulullah pernah bersabda:
لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب
“malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang didalamnya ada anjing…”
Potongan hadits ini dibahas dengan sangat menarik oleh Imam al-Ghazali di dalam juz pertama kitab Ihya. Sebelumnya para ulama fiqh berdiskusi apakah hadits di atas mengindikasikan haram atau makruh memelihara anjing di dalam rumah, apa pengecualiannya, dan jenis malaikat mana yang tidak masuk ke rumah dan kenapa sampai tidak masuk hanya karena ada anjing. Apakah karena najisnya atau karena apa? Panjang bahasannya.
Tapi Imam al-Ghazali memberikan pemahaman yang berbeda. Hati kita itu ibarat rumah, kata beliau. Sedangkan akhlak tercela seperti marah, dengki, sombong, dan penyakit hati lainnya seolah bagaikan anjing yang mengonggong.
Bagaimana malaikat hendak masuk ke dalam “rumah batin”, tanya Imam al-Ghazali, sedangkan rumah itu dipenuhi “anjing”. Bukankah cahaya ilmu tidak dimasukkan oleh Allah ke dalam batin seseorang kecuali dengan perantara malaikat?
Sampai di sini, kita mulai paham bahwa Islam memberikan beragam perspektif dalam memahami teks keagamaan. Kita tidak perlu memutlakkan satu pandangan dan menafikan yang lain.
Imam al-Ghazali pun tidak memutlakkan pandangannya seolah makna “rumah” di dalam hadits di atas itu hanya “hati”, dan anjing harus dimaknai “marah dan sifat tercela lainnya”. Beliau hanya menekankan kita untuk juga mengambil pelajaran dari dimensi ruhani dan spiritual.
Lantas sejauh mana kita sudah bersihkan “rumah batin” kita? Masihkah kita biarkan sifat tercela seperti marah atau bahkan ilmu gaib yang tak diridhoi Allah mengotori rumah kita, sehingga cahaya Allah tak masuk ke dalamnya?
Genggam tangan kami yang lemah ini, Ya Rasul….agar kami sanggup membersihkan rumah fisik dan batin kami