Gambar H .FADLI LURAN DI MATA K.H. MUHAMMAD AHMAD


"Aku mengenalnya—bukan lewat pertemuan yang pasti,
Tapi lewat gema kebaikan yang terus menepi," kisah Muhammad Ahmad. Ji 5
Tahun enam puluh tujuh, kala aku pulang dari Yogyakarta,
Makassar menyambutku, dan umat membuka ruang berkarya.

Sebagai dosen muda yang baru menapak,
Aku mencari jalan mengabdi yang tak sempit dan galak.
HMI telah mendidikku dalam semangat perjuangan,
Kini IMMIM memanggil dalam denyut kebersamaan.

Di sanalah H. Fadli Luran berdiri,
Bukan sekadar pemimpin, tapi mata air harmoni.
“Bersatu dalam akidah, bertoleransi dalam furu‘ dan khilafiah,”
Ucapnya lembut, namun berbekas dalam jiwa dan sejarah.

Ia bukan milik satu golongan semata,
Ia hadir di antara NU dan Muhammadiyah dengan cinta.
Dekat dengan H. Abd. Hafid dan H. Kalla di satu sisi,
Juga akrab dengan H. Rajab dan Kiai Fathul yang bersahaja dan berseri.

IMMIM lahir dari peluh para tokoh yang beragam arah,
Namun suara mereka satu—mengangkat Islam tanpa gundah.
Maka H. Fadli Luran terpilih secara aklamasi,
Bukan karena ambisi, tapi karena fitrah kepemimpinan sejati.

Ia bagaikan jembatan di antara jurang yang terpisah,
Wibawanya memancar tanpa perlu lantang dan gegabah.
Di hadapan sipil dan militer, ia berdiri sejajar,
Dan di mata umat, ia adalah penyejuk yang tak pernah pudar.

Gubernur, wali kota, bupati, hingga panglima,
Melihatnya seperti anak melihat ayah dengan hormat dan cinta.
Namun hatinya tetap bersahaja,
Turun ke lorong-lorong, menyapa masjid kecil dengan cahaya.

Jip tuanya melaju di malam sunyi,
Membawa sajadah, mushaf, dan lampu petromaks yang suci.
Ia hadir bukan sebagai tamu agung yang jauh,
Tapi sebagai saudara tua yang datang membawa peluk mesra dan penuh keluh.

Setiap sambutannya di Maulid atau Isra Mikraj,
Bukan sekadar kata, tapi napas perjuangan yang merajut taj.
Ia bukan hanya tokoh, tapi ruh di balik gerak,
Yang membuat umat merasa dekat, kuat, dan tak goyah.

Namun setiap kehidupan ada akhirnya,
Dan pada Maret tahun sembilan puluh dua,
H. Fadli Luran pun pamit tanpa banyak kata,
Meninggalkan jejak yang tak terhapus waktu dan usia.

IMMIM terus berjalan dengan pemimpin baru,
Namun kekosongan itu terasa sunyi dan pilu.
Sebab figur seperti dia tak lahir dua kali,
Dan bila lahir lagi—mungkin menunggu seabad lagi.


Wasalam,
Kompleks GFM, 12 Juni 2025