Di negeri maju yang jauh di sana, Tantangan dicari, bukan sekadar ditunggu saja. Kala tiada rintangan menyapa, Mereka ciptakan ujiannya sendiri dengan bangga.
Setelah semester usai tak lekas rehat, Mereka gelar forum, wacana dan musyawarah hangat. Sementara kita, di sudut dunia yang santun, Sering tertidur saat tantangan tak datang beruntun.
Aku bersyukur, di masa purnabakti, Bersama Dewan Masjid, kujalani hari. Di sanalah aku bersua sosok penuh semangat, Mayjen (Purn.) H. Amin Syam, pejuang yang tak pernah penat.
Katanya, “Pejuang sejati tak pernah berhenti, Kecuali maut datang membawa janji Ilahi.” Dari beliau aku belajar, Bahwa usia tak menghalangi langkah besar.
Usai kutulis tentang pejuang tangguh itu, Kutarik pena tuk tokoh yang tak kalah mutu: Sahabat, guru, Husni Djamaluddin mulia, Kini kisahnya siap dibaca oleh dunia.
Lalu kusambung jejak yang mulia dan murni, H. Fadli Luran—tokoh yang bersinar di bumi. Pemersatu umat di Sulawesi Selatan, Sosok yang mengajarkan ukhuwah dalam tindakan.
Beliau bukan sekadar penggerak zaman, Namun tergolong assabiqunal awwalun yang menanam iman. Ia pertautkan hati yang lama tercerai, Dengan cinta, dengan doa, dengan damai.
Sayang, jejak seperti ini kian sirna, Terkubur zaman, dilupakan generasi muda. Padahal Bung Karno telah bersuara lantang: "JAS MERAH!"—jangan sekali-kali lupakan yang datang.
Inilah puisiku sebagai ikhtiar kecil, Agar santri membaca dan sejarah pun terpatril. Untuk H. Fadli Luran, kami kenang dan muliakan, Sebagai pelita umat, pemersatu harapan.
Wassalam, Kompleks GFM, 27 Mei 2025