Saya menulis ini sebagai saya pelajari dari seorang dosen tafsir di PPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setiap mufassir pasti berbeda dengan mufassir lainnya. Kalau sama saja dengan mufassir sebelumnya, maka tidak perlu muncul mufassir baru karena sama saja. Tafsir mengalami perkembangan mengikuti perkembangan kemajuan masyarakat. Dulu ketika seorang mufassir menafsirkan bentuk bumi ada yang mengatakan berbentuk datar seperti yang kita saksikan dengan menafsirkan QS: Nabaa ayat 5 ألم نجعل الأرض مهادا (Tidakkah kami ciptakan bumi ini terhampar)
Penafsiran abad pertengahan menulis bahwa ayat ini menunjukkan bahwa bumi itu datar. Jadi jika ke daerah paling pinggir hati-hati bisa jatuh ke bawah. Bumi paling Barat itu adalah Magribi/Marokko. Magrib artinya tempa tenggelamnya matahari sebuah daerah paling pinggir barat. jika Anda jalan terus ke Barat Anda perlu hati-hati sebab bisa jatuh ke bawah. Tetapi, mutafsir masa kini menyesuaikan diri dengan perkembangan, mereka sepakat bahwa bumi ini kelihatan datar tetapi bentuknya bundar, ayat yang dikutif di atas tidak bicara bentuk bumi.
Penafsir sL-Quran yang terkenal dan selalu bisa menyesuaikan diri, mungkin tafsir ini berupa tafsir bahasa dan sederhana. Mari mencoba baca tafsir Jalalain ketika ia menafsirkan QS al-Baqarah ayat 62; الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Menurut penafsiran Jalalain bahw; ان الذين أمنوا والذين هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِين هنا اى فى زمن رسول الله صلم (Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasara, dan orang-orang Shabiin, di sini bermakna adalah mereka yang hidup di era Rasulullah saw.). Inilah penafsiran Jalalain yang kita hormati tetapi makna yang diberikan adalah relatif karena tidak ada lagi Nabi saw. yang bisa ditanyai langsung.
Jadi dapat disimpulkan sementara bahwa: 1. Al-Quran itu hanya memiliki arti satu. Yang paling tahu makna sesungguhnya adalah Yang Maha Tahu, tetapi memiliki penafsiran beraneka ragam, dan setiap penafsiran perlu saling menghormati satu sama lain walau mereka dalam perbedaan. Disini letak ke lapangan hati para mufassir. 2. Jika penafsiran al-Qur'an saja bisa berbeda, apalagi ilmu di luar Tafsir al-Qur'an.
Beberapa waktu lalu saya menulis hadis Nabi. Ada netizen langsung mengkritasi bahwa tafsirnya tidak demikian. Dia tidak tahu bahwa saya menafsirkan menurut ilmu aksiologi dalam filsafat sejarah yang saya pelajari. Sengaja saya membiarkannya karena walupun saya menjelaskan orang ini tidak akan berubah karena saya paham ia tidak pernah belajar filsafat sejarah sebagai salah satu ilmu bantu dalam tafsir al-Quran. Jadi al-Quran itu memiliki makna pasti, tetapi setiap penafsiran padanya adalah relatif atau nisbi.
Wasalam, Kompleks GPM, 28 Agustus 2024