Gambar FOOTNOTE HISTORIS: TRADISI PENGAJIAN DI KAMPUNGKU

Sebuah pengajian sudah mentradisi di kampug dari dahulu sampai sekarang. Saya sendiri hidup dalam tradisi pengajian kitab semacam ini. Sekali pun hidup dalam suasana tradisi yang membedakan satu kampung dengan kampung lain. Di sini hidup keagamaan sangat kental dengan tradisi, yaitu antara tradisi di satu sisi dan hidup keagamaan di sisi lain saling berkelindang tidak bisa di bedakan satu sama lain.

FOOTNOTE HISTORIS:
KAMPUS MULAI BERGERAK: MENYELAMATKAN DEMOKRASI BERBAU DINASTI 
by Ahmad M. Sewang 

Universitas mulai dari timur, Universitas Khaerun, sampai ujung Barat Indonesia, universitas Abdalas, pada bergerak. Universitas besar, seperti Gaja Mada, UII, UI, UNHAS, UNPAD. 
Universitas Mihammadiah Yokyakarta, Universitas Sumatera Utara. Bahkan  Dewan Makasiwa UGM terakhir   mengeluarkan pernyataan keras, "Presiden Joko Widodo adalah alumni UGM terjelek.", Sebenarnya ucapan itu t000idak baik diucapkan,0 apalagi, ditujukan pada presiden yang dianggap manusia paling terhormat di negeri ini.

Bagi saya Presiden Joko Widodo, Ibarat di dunia tasawuf telah sampai ke tingkat makam tertentu. Saya teringat pelajaran pendakian gunung sejarah, semakin jauh sejarawan mendaki meninggalkan daratan menuju puncak gunung akan semakin luas horizon lautan yang disaksikan atau akan semakin  wise cara berpikirnya. Suatu waktu akan sampai di atas puncak gunung, ia akan bertambah kesadarannya bahwa ternyata ada juga laut di depan yang mulanya terlindung saat masih di kaki gunung ketika masih di dararan tadi. Tetapi Presiden Jakawi bukannya tambah wise tapi justru tambah banyak disorot. Bahkan masyarakat berkata, "Jakawi lain dahulu lain sekarang." Pertanyaannya, kenapa sampai para Guru Besar di universitas turun gunung?.

Ada dua sisi yang harus diperbaiki. Pertama, di satu sisi presiden sendiri harus mampu memberi keteladanan. Paling banyak disorori dengan mengangkat anaknya sendiri sebagapi pewaris tahta. Faktor inilah yang membuat semakin sulit bermarwah dan berwibawa. Kedua,  "Kehormatan seseorang tergantung dari prilaku orang itu, tidak peduli orang biasa atau presiden." Seorang presiden yang baik, tidak akan cawe-cawe sebab siapa pun pemenang pemilu akan diyakini itulah yang terbaik. Bukankah seorang presiden sebagai negarawan dan presiden untuk semua? Selanjutnya presiden pun tidak akan mempolitisasi dana Bansos, bahkan ia tidak perlu sibuk membagikan sendiri yang membagikannya cukuplah mempercayakan pada menteri yang membidanginya. Baginya  siapa pun yang membagikan asal dilakukan dengan niat lillahi taalah sama saja.  Prof. Mahfud MD baru-baru ini berucap: "Ada seorang menteri terang-terangan berpihak dengan berkata bansos ini dari presiden, yaitu ayahnya Gibran, maka pilihlah Gibran." Pada hal bansos adalah milik dan tugas negara.

Saya termasuk bersedih sebab sebagai bangsa Indonesia yang menempatkan presiden sebagai orang terhormat. Sementara yang saya saksikan, banyak orang memandang presiden mereka tidak punya marwah lagi. Ini artinya, seharusnya kita sungguh memperhatikan kembali nasehat orang bijaksana di atas, "Jika seorang presiden ingin bermarwah tergantung bagaimana ia menempatkan diri." Ia tidak cukup berkata "ini negara demokrasi, orang bebas bicara". Tetapi juga banyak mendengar dan memperhatikan apa yang diperbincangkan oleh para guru besar tadi. Jika perlu  segera mengubah diri. Jika perlu melakukan pertobatan politik.

Apa yang membuat kampus berubah yang selama ini sebagai lembaga independen dalam bersikap? Prof. Harkristuti dari UI merasa tersinggung ketika juru bicara istana menuduhnya kelompok partisan. Langsung saja ia meminta agar dibukktikan. "Sebagai ASN kami netral. Kami tidak pernah merasa apa yang dituduhkan" katanya. "Kami turun tangan setelah demokrasi terancam oleh dinasti," lanjutnya. Inilah pertama kali seorang presiden anak kandungnya sendiri diangkat sebagai Wacapres, tidak pernah terjadi di Indonesia tetapi juga di dunia. Inilah pertama kali di dunia terjadi seorang presiden yang menganut paham demokratis berbau dinasti.
Akhirnya, saya tutup dengan sebuah pertanyaan (dari  seseorang yang saya hormati dan rahasiakan). Yaitu, kapan suara kritis dari UIN yang dari segi kuantitas sudah berjumlah 24 buah seluruh Indonesia? Saya menjawabnya, ada dua hal yang masih menghambatnya, yaitu pertama "Sepanjang Menteri Agama RI belum independen. Kedua, para petingginya masih menganut paham paternalistik.  Dua hal yang bisa menjadi faktor penghambat suaranya sulit terdengar, kecuali pada tingkat di bawah yaitu lembaga dosen atau Dema yang bisa menyuarkan. Inila yang membedakan dengan universitas umum.

Wasalam,
Kompleks GPM, 5 Febr. 2024