Gambar FOOTNOTE HISTORIS: SEJARAH MUNCULNYA MAZHAB ISLAM SUNNI (1)


Perbedaan dalam mazhab Sunni muncul karena interpretasi yang berbeda dari sumber-sumber hukum Islam (Al-Qur'an dan Hadis) oleh para ulama terkemuka. Perbedaan ini muncul sejak masa sahabat. Bagi Ibn Abbas, misalnya, membolehkan bersentuhan kulit bukan muslim tanpa membatalkan wuduk, berbeda dengan Ibnu Umar yang justru berpendapat sebaliknya. Sejarah terbentuknya mazhab-mazhab ini sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan budaya di mana para pendirinya hidup. Perbedaan ini justru disyukuri oleh Khalifah Umar bin Abd. Azis, beliau berkata, "Saya bersyukur karena perbedaan pendapat di antara para sahabat, justru perbedaan ini memberi rukhsah atau keluwesan pada kami memilih pandangan yang lebih benar dan sesuai pada kami."

Berikut ini adalah gambaran sejarah singkat bagaimana perbedaan mazhab dalam Sunni terjadi:

 1. Latar Belakang Awal Islam:
 a. Pada masa Nabi Muhammad saw. semua permasalahan hukum dan keagamaan dirujuk langsung kepada beliau. Setelah Nabi wafat, umat Islam menghadapi tantangan baru dalam menentukan hukum Islam tanpa kehadiran Nabi. Para sahabat, yang hidup bersama Nabi, menjadi sumber utama pengetahuan agama.
b. Setelah wafatnya Nabi, muncul berbagai pendapat di antara sahabat tentang cara terbaik untuk menerapkan ajaran Islam di berbagai konteks sosial dan budaya. Perbedaan-perbedaan ini menandai awal mula beragam pendekatan dalam hukum Islam.
c. Sebagai yang pernah dikemukakan penulis tentang kemajuan berpikir Imam Syafii yang dinamis menuju ke depan yang lebih comport.
Imam Syafii pernah berpendapat bahwa transaksi yang terjadi dua pihak hanya dibolehkan jika kedua pihak orang berperkara itu dalam satu ruangan dan saling menyaksikan satu sama lain.
Kedepan Islam semakin berkembang dan lebih comport sesuai perkembangan zaman. Misalnya mazhab Syafii mengembangkan sebuah pemikiran hukum yang dinamis. Di antara metodologi usul fiqhi yang Al-Syafi'i kembangkan:
تغير أحكام بتغيير الزمان والمكاان
(Perubahan hukum disebabkan perubahan waktu dan tempat). Itulah sebabnya ketika beliau berpindah dari Bagdad ke Mesir beliau membuat fatwa (pendapat) baru atau qaulul jadid. Sedang pendapatnya ketika di Baqdad disebut qaul qadim atau pendapat lama karena beliau melihat suasana Mesir sudah jauh berbeda dari suasana Mesir.
Andai Imam Syafi'i  masih hidup sekarang dan berkunjung ke Makassar atau ia menyaksikan banyak perubahan yang terjadi di dunia sekarang, maka beliau akan mengubah banyak fatwanya. Sebab beliau berpendapat suasana Makassar atau dunia saat ini sudah lain sama sekali dari yang pernah beliau saksikan di Mesir, misalnya transaksi sekarang sudah tidak lagi memerlukan ruangan, melainkan hanya sebuah kartu ATM yang tidak memerlukan ruangan untuk saling menyaksikan satu sama lain kedua belah pihak. Apalagi sudah ada alat transaksi berupa vidio cal. Karena itu akan mendorong mengubah fatwanya menjadi qaulul al-Makassary. Bahkan di Indonesia sudah banyak keluar fatwa baru tentang kebolehan perkawinan via vidio call, seperti pernah disampaikan Prof. Harun Nasution.

Wasalam,
Kompleks GFM, 15 Okt. 2024