Gambar FOOTNOTE HISTORIS: RESTORAN PADANG DI BELANDA

Pertama kali yang dilakukan segera setelah tiba di Leiden adalah memperlihat kamar dan membagikan uang kost masing-masing. Setelah itu, pegawai INIS mereka mengantar ke restoran Padang. Restoran ini tempatnya  berada di tengah-tengah kota. Saya memang memperhatikan
secara detail apa yang dilakukan antara lain mulai dari makan. Masing setiap orang ambil sendiri dan masing-masing bayar sendiri. Berbeda di Indonesia hanya satu orang yang bayar. Setelah merenung saya berpikir munkin ini lebih adil  karena baru saja dibagikan uang living cost. 

Setelah beberapa bulan di Leiden baru saya paham bahwa restoran Padang ada di semua kota besar di Belanda, seperti Den Haag, Roterdan dan Amsterdam. Karena itu, saya ceritakan pada Drs. Buruan Ras buruan, MA. Beliau merepotkan bahwa seandainya sudah ada manusia di planet Bulan, maka restoran Padang sudah ada di Bulan. Ketika Dirjen, Andi Rasdiauanah dan rombongan berkunjung ke Leiden saya setiap hari ke restorang Padang di Leiden dengan naik sepeda membeli lauk pak untuk menjamin mereka tetang makanan halal. Mungkin itu sebabnya mereka tidak melupakan saya.

Ketika saya kembali ke Indonesia saya bermalam di wisma sejahtera, waktu itu Ibu Andi Rasdiyanah masih Dirjen. Saya ketemu Drs. Amir Said dan beliau berkata Pak Sewang adalah tamu saya, selama di Wisma Sejahtara sayalah yang tanggung. Saya merasa begitu akrab dengan beliau.

Wasalam,
Kompleks GPM, 2 Juni 2024

FOOTNOTE  HISTORIS:
MAKAN BERSAMA MENTERI AGAMA DI RESTOURANT PADANG DEN HAAG
by Ahmad M., Sewang

Ketika diundang Menag ke Den Haag, ia satu rombongan dengan Dirjen Haji, Amindan. Ada satu hal menarik dalam pertemuan itu: yaitu memohon pada Menag agar kami diizinkan naik haji dan Dirjen membantu menguruskan visa haji di tanah air sebab untuk mengurus visa haji di Belanda persyaratannya sudah harus tinggal setahun di sana. Sementara kami belum cukup setahun disana. 

Alhamdulillah, Pak Dirjen Haji berjanji menguruskan visa haji di tanah air setiba di Indonesia.
Sehingga haji kami pertama kali berangkat dari Belanda. Itu sebabnya, kami lebih dahulu keliling menjemput jemaah, seperti ke Belgia dan ke Kairo baru meneruskan perjalanan ke Jedah. Dari Jedah baru ke Madinah bersama muslim lainnya yang semuanya penduduk dari luar negeri. Waktu itu, kami hanya enam orang dari Indonesia, saya bersama isteri dan empat orang lainya orang yang sementara riset di Leiden Universety.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Teman INIIS juga memanggil teman se Apartemen dari LIPI Jakarta. Akhirnya ketika tiba di restoran dia tidak punya kursi. Saya lalu bisik teman, jangan samakan kenduri di Indonesia. Lain di Indonesia, lain di Belanda, disini serba disiplin yang punya kursi hanya yang memiliki undangan resmi.

Wasalam, 
Kompleks GFM,  3 Juni 2024