Pengalaman di negeri "Kincir Angin" saya sengaja sharing pada sahabaku. Semoga sudi menerimanya. Pengalaman ini diberi tema, "Musim winter di negeri keju." Saya sendiri pertama kali mengalami, karena itu terkesan tak terlupakan walau sudah beberapa dekade berlalu. Itu juga sebabnyanya sengaja saya kirimi para sahabat sealumni di INIS yang masih hidup sampai sekarang. Perlu juga saya sampaikan bahwa pengalaman di negeri "Kincir Angin" dan perjalanan ke luar negeri lainnya telah saya buatkan sebuah buku sebagai kenangan yang saya beri judul, "RIHLAH KE MANCA NEGARA" sama dengan judul buku Ibn Batutah pada abad ke-15 ketika merantau ke Asia.
Di negara Kincir Angin mengenal empat musim: sehingga pertanyaan utama jika ketemu sesama mereka, "Bagaimana cuaca hari ini?" Sebab paling cepat berubah di sana adalah cuaca. Mereka mengenal empat musim, yaitu spring, summer, autumn, dan winter. Di Indonesia hanya mengenal dua musim, yaitu dingin dan panas. Karena itu, pertanyaan utama tentang sesama orang Indonesia bila ketemu sesama Indonesia, kata orang Belanda, kedengaran sinisme, "Di mana kita makan?".
Di musim winter kita tidak bisa tidur tanpa memakai verwarming (alat pemanas) sebab lubang kuncil saja dimasuki udara dingin. Itu sebabnya di mana pun berada pada musim dingin, kita bisa bertemu alat pemanas: di mobil dan di hotel serta di berbagai tempat selalu ditemukan verwarming. Musim dingin mengubah kebiasaan mereka, mulai kebiasaan berpakaian. Di musim dingin mereka kebanyakan di rumah kalau pun harus keluar rumah, mereka memakai tujuh lapis pakaian mulai dari pakaian tipis paling dalam dan pakaian tebal paling luar. Sedang pada musim panas mereka hanya satu lapis pakaian tipis. Namun, saya perhatikan mereka tetap disiplin menjalakan tugas, seperti dosen mengajar on time dan selesai on time sekalipun musim dingin. Mereka rata-rata memiliki etos kerja tinggi. Dingin bukanlah penghalang, mereka tidak terlambat datang dan cepat pulang. Mungkin itu sebabnya mereka maju.
Suatu ketika pada akhir pekan saya keluar apartemen ke rommelmark (pasar second hand), sebelum keluar saya menjemur pakaian dahulu. Saya masih ingat hari itu, yaitu akhir pekan atau hari Sabtu di musim dingin. Satu jam kira-kira di luar kemudian pulang kembali. Alangkah kagetnya saya tiba di halaman apartemen, perubahan cuaca begitu cepat. Halaman apartemen sudah dipenuhi salju setinggi lutut. Di apartemen pakaian yang saya jemur seperti dikanji dipenuhi es. Itulah pengalaman pertama kalinya yang tidak bisa saya lupakan, perubahan cuaca begitu cepat. Maka saya beri judul hari itu dengan, "Musim Winter di Leiden." Memang setiap akhir pekan, saya sengaja berlangganan koran untuk mencari tempat kunjungan akhir pekan. Biasanya ke rommermark, kebanyakan di tempatkan di gereja besar yang kosong. Sekedar menghibur diri dalam kesepian jauh dari keluarga, saya menyibukkan diri dengan mendatangi rommelmark atau kah tempat pameran. Itu menjadi kebiasaan saya selama diperantauan setelah riset dan belajar seminggu penuh.
Wasalam, Kompleks GPM, 4 Juni 2024