Berbagai cara yang  dtempuh untuk menunda Pemilu, tidak lain karena nafsu kuasa yang tidak bisa dibendung. Padahal begitu banyak masalah yang muncul mendesak harus diselesaikan, seperti utang yang menumpuk, Tenaga Kerja China dibiarkan masuk menguasai tanah air sementara Tenaga Kerja Indonesia menjadi budak di negeri orang karena begitu sulit bekerja di dalam negeri. Kenapa bukan itu dulu dibenahi  daripada menuda pemilu. Menunda Pemilu jelas melanggar konstitusi. lagi pula pengadilan tidak punya wewenang mengadili pemilu.

Berbagai cara yang digunakan untuk menunda pemilu demi memenuhi ambisi kekuasaan:
1. Memperpanjang kekuasaan presiden karena kekuasaan presiden diintrupsi covid. 2. Nampaknya cara pertama tidak berhasil. Maka maka ditempuh lagi cara kedua.
3. Menambah Masa Jabatan. Dengan terus terang menambah  jabatan tiga periode presiden. Pada hal sama saja.
4. Terakhir lewat pengadilan, diputuskan menambah tahapan pemilu pada bulan tujuh tahun 2025. Padahal sama halnya dengan sengaja menundah Pemilu. Seluruh ahli tata negara bersafakat pengadilan sepakat bahwa pengadilan negeri tidak punya wewenang mengadili tentang penundaan Pemilu. Itu adalah wewenang Bawaslu. Oleh ahli tata negara mengistilahkan macam-macam ada yang menistilahkan keliru ada yang mengatakan sesat dan ada yang mengatakan keputusan itu gila.

Sekarang ada yang mengatakan, Pemilu oleh resim sekarang menanggapi bahwa Pemilu adalah sebuah proyek, karena itu perlu dicari siapa dalang di balik keputusan itu. Pasti ada pemainnya, apa lagi Partai Prima adalah bekas Partai Rakyat (PRD) yang di belakangnya berkumpul orang-orang berpaham komunis. Keputusan Pengadilan negeri Jakarta Pusat ingin  menunda Pemilu yang inkonstitusional ditengarai, menurut Mahfud MD, koordinator Menpolhukam, mencurigai ada kekuatan besar di belakangnya.

Wasalam,
Kompleks GPM, 14 Maret 2023 M/ 21 Syaban 1444 H