Pidato Kenegaraan pertama Presiden Prabowo Subianto mendapatkan standing applause dari hadirin. Pidato ini memberi harapan baru apalagi disampaikan penuh antisias ditambah lagi GAYA bicaranya penuh semangat, berapi-api, menggelegar, dan energik. Itulah gaya pidato Prabowo Subianto seusai pengucapan sumpah dan janji sebagai presiden periode 2024-2029 bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam sidang paripurna MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10). Pidato ini disebarluaskan lewat media, khusus Media Indonesis disebarkan via Iditorialnya. Ididitorial inilah yang dikomentari tanpak berusaha mengubah substansinya. Kecuali ada beberapa yang harus diformulasi.
Pidato perdananya tanpa teks selama 58 menit. Sepanjang pidato Presiden Ke-8 RI Prabowo Subianto berkali-kali mendapat tepuk tangan meriah hingga standing applause dari peserta sidang paripurna MPR. Kita menaruh harapan pada Presiden karena beliau termasuk orang yang sudah selesai dengan dirinya.
Kemeriahan juga tak hanya di gedung parlemen Senayan. Di sejumlah tempat yang digelar nobar alias nonton bareng atau di kedai-kedai pinggir jalan, warga sependapat dengan apa yang disampaikan mantan Danjen Kopassus itu. "Mantap, pidatonya menggebu-gebu, seperti Presiden Sukarno," ujar seorang warga di Cikampek, Karawang, Jawa Barat.
Dalam pidatonya hampir satu jam itu, setidaknya lima poin yang ditegaskan Presiden Prabowo, yakni: 1. Mendukung kemerdekaan Palestina,2. Bahaya korupsi, 3. Swasembada pangan, 4. Persatuan, 5. Demokrasi, serta penghapusan kemiskinan.
Pidato Prabowo tak jauh dari apa yang tertulis dalam bukunya yang terdiri 187 halaman itu yang berjudul "Paradoks Indonesia." Buku itu diluncurkan bertepatan dengan deklarasi dukungan Koalisi Buruh Jakarta kepada pasangan calon gubernur dan wakilnya, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, di Kantor DPP Gerindra, Jakarta, Sabtu, 1 April 2017.
Dalam buku itu Prabowo mengutarakan kegalauannya pada dua hal, Pertama ekonomi Indonesia yang dikuasai segelintir kalangan, bahkan mengalir deras ke luar negeri. Sistem ekonomi Indonesia menyimpang dari amanat Pasal 33 UUD 1945. "Yang menikmati ekonomi hanya 1% rakyat," tandasnya.
Kedua, demokrasi dikuasai pemodal besar. Para pemodal bisa membeli suara rakyat sehingga marak politik uang. "Jika demokrasi dikuasai oleh pemodal besar, sangat kecil kemungkinan negara Indonesia memiliki lapis kepemimppinan yang dapat berdiri tegak dan mengambil keputusan-keputusan yang tepat," ujarnya.
Prabowo telah memulai sesuatu yang positif. Sebenarnya tak mudah melawan paradoks yang ditulisnya. Paradoks yang selalu dikumandangkan sejak ikut kontestasi pada Pemilu 2019. Politik akomodasi dengan dalih gotong royong membuat kabinet tambun, yakni 48 kementerian yang terdiri dari tujuh kementerian koordinator dan 41 kementerian teknis, akan melahirkan kerumitan dalam mengorkestrasi para pembantunya.
Dengan kondisi itu, berat rasanya Prabowo bisa lekas melenyapkan paradoks Indonesia. Namun, kata Norman Schwarzkopf, jenderal Amerika Serikat (1934-2012), kepemimpinan ialah kombinasi yang kuat dari strategi dan karakter.
Kita tunggu strategi dan kepemimpinan yang berkarakter dari Prabowo, jenderal purnawirawan mantan pasukan elite. Jadi yang penting dari pidato yang mengesankan itu adalah impelementasinya atau pembuktiannya. Kita tunggu saja dengan sabar!
Wasalam, Kompleks GPM, 25 0kt. 2024