Sejak dini dalam sejarah Islam sudah mulai muncul benih-benih yang melemahkan kohesi ukhuwah islamiah. "Munculnya kelompok Khawarij: yang lebih mengutamakan non-muslim dari pada sesema Muslim tetapi tidak sepaham." Kemudian benih-benih itu ternyata mengemuka di tengah masyarakat setelah tampilnya Khawarij di panggung sejarah sebagai sebuah mazhab teologi. Sayangnya tokoh Khawarij, seperti Ibn Muljam diakui memiliki ketaatan beragama, tetapi wawasan pengetahuannya sangat terbatas. Kharij sangat taat beragama, menurut literatur yang sampai pada kami bahwa "tidak ada shalat malamnya yang ketinggalan. Bacaan Alqurannya sangat baik dan bisa dipertanggungjawabkan." Ketika Amar bin Ash, Gubernur Mesir, meminta bantuan pada khalifah agar dikirim pembaca Alquran yang baik, maka khalifah Umar mengirimkan Khawarij.

Tetapi Khawarij hanya bisa menjustifikasi pandangannya dengan ayat-ayat al-Quran secara tekstual. Tidak heran jika pemikiran mereka sangat kaku. Mereka berpandangan, siapa pun yang tidak bertahkim berdasarkan hukum Tuhan, maka mereka termasuk kafir. Term kafir mulai dikenakan pada sesama muslim yang tidak sependapat dengannya. Dalam sejarah, seperti yang kita pelajari bahwa Khawarij berpandangan; Ali bin Abi Talib, Muawiah bin Abi Sufyan, Amar bin As dan Abu Musa Asyary termasuk orang kafir karena mereka tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah seperti yang terjadi pada Perang Siffin. Bagi Khawarij, orang kafir halal darahbya. Maka dilakukannya pembunuhan pada terhadap orang yang terlibat dalam majlis tahkin, tetapi yang bisa terbunuh adalah Ali bin Abi thalib r.a. Di tengah menunggu waktu Subuh di masjid Agung Kupah.

Dalam sejarah Khawarij, mereka lebih bisa membangun persaudaraan non-muslim daripada sesama muslim yang tidak sependapat dengannya. Wasil bin Ata, pendiri Muktazilah, suatu ketika bertemu dengan kelompok Khawarij. Wasil ditanya, apakah Wasil seorang muslim atau non-muslim? Dalam hati Wasil, jika ia menjawab muslim, maka akan ada pertanyaan lanjutan, yaitu apa Wasil seorang Khawarij atau bukan? Wasil sudah bisa membayangkan reziko akan didzaliminya, yaitu akan dibunuh, jika ia menjawab bukan Khawarij. Dalam keadaan demikian, Wasil menjawab dengan sangat piawai bahwa ia seorang musyrik mustajir (minta perlindungan, sebagai disebut dalam QS Taubah: 6). Mendengar jawaban Wasil, Khawarij justru bersikap sangat sopan. Wasil dipersilahkan duduk di tempat terhormat dan ia dijamu dengan berbagai hidangan. Selanjutnya, salah seorang Khawarij membacakan ayat-ayat al-Quran seraya meminta Wasil mendengarkannya, seperti secara leterleit disebut dalam Alquran di atas. Setelah itu, Wasil di antar untuk melanjutkan perjalanan sampai ke tempat aman. Kenapa Khawarij bersikap demikian? Bukankah mereka sangat kejam? Ternyata sikap kejam itu hanya berlaku bagi sesama muslim yang tidak sepaham atau sealiran dengannya. Sebaliknya, non-muslim justru diperlakukan dengan baik. Wasil mengerti betul bahwa Khawarij memaknai al-Quran secara tekstual, seperti QS al-Taubah: 6,
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ
(Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan padamu, maka lindungilah ia
 supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.)
Zaman sekarang muncul gejala Khawarij modern yang bisa menjadi faktor kohesi ukhuwah islamiah porak-poranda hanya perbedaan paham. Padahal menurut Syekh Yusuf Al-Qardawi  bahwa berbeda adalah sunnatulah dalam rangka fastabiqul khaerat, yang dilarang adalah konflik. Barang siapa yang tidak ingin berbeda bahkan maunya agar sama saja dalam segala hal, menurut beliau, لم يكن وقوعه (tidak munkin terjadi dalam realitas), sebab bertentangan dengan sunnatullah. 

Kenyataan sosial menampakkan bahwa membangun ukhuwah islamiah terasa jauh lebih sulit dibanding dengan ukhuwah wataniah dan basariah. Paling tidak yang penulis alami dalam memimpin sebuah organisasi yang menjadikan persatuan umat sebagai visi utama. 
Metode untuk mengurangi khawarij adalah dengan menyeimbankan keseimbangan dalam diri seorang muslim: yaitu kedalaman iman dan luasnyawawasan pengetahuan.. Sebab, "semakin dalam iman dan luasnya wawasan pengetahuan seorang muslim berbanding lurus dengan sikap toleransi pada pribadi seseorang," kata Prof. H.M. Quraish Shihab.

Persatuan Islam dan Saling Memahami Perbedaan telah saya tulis dalam bentuk sebuah buku sajak saya jadi Ketum DPP IMMIM. 

Wasallam,
Kompleks GPM, 4 Nov. 2024