K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah seorang tokoh pendidikan dan reformis Islam di Indonesia yang dikenal sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912. Salah satu kontribusinya yang signifikan adalah pendekatan beliau terhadap pendidikan Islam yang menggabungkan elemen-elemen tradisional dan modern.
K.H. Ahmad Dahlan dan Pendidikan Klasikal
1. Pendidikan Pesantren:
K.H. Ahmad Dahlan awalnya mendapatkan pendidikan di pesantren, yang merupakan bentuk pendidikan Islam tradisional di Indonesia. Pesantren berfokus pada pengajaran Al-Qur'an, Hadis, Fiqih, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Pendidikan di pesantren biasanya sangat komprehensif dan mendalam, tetapi cenderung terpisah dari ilmu-ilmu umum seperti matematika, sains, dan sejarah.
Pembaruan Pendidikan: Menyadari kebutuhan akan reformasi dalam pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan menggabungkan metode pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern. Beliau memasukkan kurikulum umum seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, sejarah, dan bahasa ke dalam pendidikan agama. Ini adalah upaya untuk menciptakan generasi Muslim yang tidak hanya paham agama tetapi juga kompeten dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan duniawi.
Muhammadiyah dan Sekolah-sekolah Modern: Dengan mendirikan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan berupaya memperbaiki sistem pendidikan Islam. Benar beliau pernah belajar di pesantren tetapi beliau juga melanjutkan ke Mekah pada Ahmad Khatib juga banyak belajar pada pendidikan Muhammad Abduh di Mesir lewat majalah Almanar. Dari sinilah terpengaruh pada pendidikan klasikal. Pendidikan klasikal diperkenalkan selanjutnya pertama kali di Nusantara, pada pendidikan Muhammadiyah. Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang dikenal sebagai “Sekolah Rakyat” yang mengadopsi model pendidikan Belanda, namun tetap mempertahankan nilai-nilai Islam. Dalam sekolah-sekolah ini, selain pelajaran agama, siswa juga belajar ilmu pengetahuan umum, bahasa, dan keterampilan lainnya. Di sini letak pendidikan kolonial dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajarkan agama.
Kurikulum Terpadu: Konsep kurikulum terpadu yang diperkenalkan K.H. Ahmad Dahlan sangat inovatif pada masanya. Beliau menekankan pentingnya belajar ilmu agama dan ilmu umum secara bersamaan. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang seimbang antara spiritualitas dan intelektualitas.
Metode Pengajaran: Metode pengajaran yang diterapkan K.H. Ahmad Dahlan juga mengalami perubahan. Beliau mendorong penggunaan metode diskusi, tanya jawab, dan pemikiran kritis dibandingkan metode hafalan yang biasa digunakan dalam pendidikan tradisional. Ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang lebih kritis dan analitis.
Pengaruh dan Warisan: K.H. Ahmad Dahlan telah memberikan kontribusi besar dalam reformasi pendidikan Islam di Indonesia. Pendekatannya yang mengintegrasikan pendidikan agama dan ilmu umum tidak hanya membantu dalam modernisasi pendidikan Islam tetapi juga dalam mempersiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan zaman modern. Warisannya terus hidup dalam sistem pendidikan Muhammadiyah yang tetap berkembang hingga saat ini dan terus berkembang dengan berbagai inovasi pendidikan.
Pendidikan klasikal yang diadaptasi dan dikembangkan oleh K.H. Ahmad Dahlan menunjukkan bahwa pendekatan yang inklusif dan adaptif dapat menghasilkan pendidikan yang lebih komprehensif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Sekalipun K.H. Ahmad Dahlan telah memulai integrasi ilmu. pengetahuan tetapi di luar pendidikan Muhammadiyah atau di masyrakat umun tetap terjadi dikhotomisasi pendidikan. Keadaan ini berlangsung sampai pasca kemerdekaan bahwa belajar agama haruslah malalui Ibtidaiyah, Tsanawiah, Aliyah sampai di Perguruan Tinggi. Sebaliknya, jika ingin belajar umum mulai di Sekolah Rakyat atau Volksschool, SMP, SMA, dan Universitas.
Nantilah berubah pada era tahun 2002 di masa Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab, M.A. sebagai rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menunjuk almarhum Prof. Dr. Azyumardi Azra sebagai WR 1 yang bertugas melakukan alih satatus IAIN ke UIN dengan tujuan integrasi ilmu pengetahaun dengan mendirikan fakultas umum, seperti di UIN Alauddin didirikan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Syariah dan Hukum, Ekonomi dan Bisnis Islam, Sains dan Teknologi, Dakwah dan Komunikasi, Adab dan Humaniora. Sekarang sudah ada 29 UIN tersebar seluruh Indonesia. Jadi di Unhas misalnya diajarkan umum dan sekaligus agama dan di UIN diajarkan agama sekaligus umum sebagai upaya reintegrasi keilmuan yang sudah lama berlangsung di Univeritas di bawah naungan Muhammadiyah.
Sebelum berdirinya UIN didahului oleh masyarakat agar segera melakukan integrasi ilmu pengetahuan. Di Jawa mulai dari UGM dengan mendirikan Pengajian Salahuddin, di ITB didirikan Pengajian ITB. di Makassar didirikan Pengajian Aqsha yang dipelopori oleh para dokter. Hampir semua para ilmuwan dari IAIN, IKIP dan UNHAS memberi kajian di lembaga ini. Pengajian ini diketuai oleh almarhum dr. M.N. Anwar, SKM, Prof. Amiriuddin Aliyah, Prof. Dr. Halim Mubin Husni Djamaluddin. Umumnya Pengajian Aqsha berasal dari organisasi Muhammadiyah. Sedang penasehatnya diambil dari ketua Lembaga ilmu-ilmu sosial, Prof. Dr. Muchtar Naim, asal Minangkabau. Saya selalu ingat pengajian ini sebab saya sendiri aktivis di dalamnya.
Wasalam, Kompleks GFM, 13 Juni 2024