Gambar FOOTNOTE HISTORIS: KESALAHAN SETELAH BERLANGSUNG EMPAT ABAD BARU TERUNGKAP (2

Pertama kali menentang pandangan kolonial ini adalah HOS Tjokriaminoto yang tidak setuju terjadinya dikhotomisasi pengetahuan dalam Islam, sehingga beliau layak dijuluki sebagai Bapak integrasi pengetahuan. Dahulu di masa kolonial jika ada orang Indonesia ingin belajar agama di sekolah kolonial, seperti Volks shool oleh Belanda mengatakan, "Di sini kami tidak mengajarkan akhirat, kami hanya belajar dunia." Sehingga di sekolah Belanda Muhammad Natsir dan Kasman Singodimejo bersekolah di pagi hari di sekolah Belanda dan belajar agama di sore hari di surau. Sayang para ulama menjawabnya secara ekstrim dengan mendirikan pesantren yang hanya belajar agama dan tidak belajar umum.

Keadaan ini berlangsung sampai pasca kemerdekaan bahwa belajar agama haruslah malalui Ibtidaiyah, Tsanawia, Aliyah sampai di Perguruan Tinggi. Sebaliknya, jika ingin belajar umum mulai di Sekolah Rakyat atau Volksschool, SMP, SMA, dan Universitas.

Nantilah berubah padahal dua era tahun 2002 di masa Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab,  M.A. sebagai rektor di Jakarta dengan menunjuk almarhum Prof. Dr. Azyumardi Azra sebagai WR 1 yang  bertugas melakukan alih satatus ke UIN dengan tujuan integrasi ilmu pengetahaun dengan mendirikan fakultas umum, seperti di UIN Alauddin  didirikan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Syariah dan Hukum, Ekonomi dan Bisnis Islam, Sains dan Teknologi, Dakwah dan Komunikasi, Adab dan Humaniora. Sekarang sudah ada 29 UIN tersebar seluruh Indonesia. Jadi di Unhas misalnya diajarkan umum dan di pengetahuan agama.

Sebelum berdirinya UIN didahului oleh masyarakat agar segera melakukan integrasi ilmu pengetahuan. Di Jawa mulai dari UGM dengan mendirikan Pengajian Salahuddin, di ITB didirikan Pengajian ITB. di Makassar didirikan Pengajian Aqsha yang dipelopori oleh para dokter. Hampir semua para ilmuwan dari IAIN, IKIP dan UNHAS perbah memberi kajian di lembaga ini. Pengajian ini diketuai oleh almarhum dr. M.N. Anwar, SKM, Prof. Amiriuddin Aliyah, 
Prof. Dr. Halim Mubin  Husni Djamaluddin. Sedang penasehatnya diambil dari ketua Lembaga ilmu-ilmu sosial, Prof. Dr. Muchtar Naim, asal Minangkabau. Saya selalu ingat pengajian ini sebab saya sendiri aktivis di dalamnya.

Kapan berlangsung dikhotomisasi? Sejak abad ke-17 M (1644) pada masa Galeleo Galilie memperkenalkan teori Copernisus Holiosentrik (matahari jadi pusat planet). Menurut Galileo mataharilah pusa planet yang bertentangan dengan pandangan Pendeta saat itu, yaitu geosentrik (bumilah jadi pusat planet). Karena bertentangan dengan gereja, maka Galelea harus dihukum kurungan. Pandangan gereja berlangsung selama empat abad. Nantilah tahun 1991 baru gereja mengakui kekeliruannya.

Wasalam, 
Kompleks GPM, 12 April 2024