Kebanyakan orang Indonesia tidak punya konsep waktu. Jika mereka berjanji untuk bertemu biasanya mereka berkata nanti sesudah Luhur. Pada hal sesudah Luhur mulai tergelincir mata hari sampai Ashar. Beda dengan negeri "Kincir Angin" Jika berjanji harus on time dengan menunjuk pada pas jam berapa. Berjanji dengan dokter harus tepat waktu misalnya, jam 19.00, maka harus datang on time, bila terlambat dianggap mengingkari perjanjian dari waktu yang sudah disepakati. Bila terlambat, terpaksa waktunya diberikan pada orang lain. Mobil bus atau kendaraan sewaan lainnya juga demikian, masuk ke stasiun on time dan keluar stasiun on tame sekalipun kosong penumpang. Di Negara Barat umumnya orang berlari-lari mengejar halte sebab di sana tertera jam kedatangan bus yang on time.
Ketika Dirjen dan rombongan berkunjung ke Belanda, mereka ingin berwisata ke Brussels, Belgia, dengan kereta api, lalu saya dan Dr. Nurnaningsih dipanggil untuk mengatur perjalanan mereka. Karena hari itu hari minggu. Di Belanda jika hari minggu semua toko tertutup, kecuali tokoh bunga. Bunga adalah setiap saat diperlukan, mulai menyambut bahagia sampai menyambut duka. Saya beritahu Ibu Dr. Nurnaningsih akan singgah dahalu di aparteman mengambil minuman coka-cola di Lemari es untuk bekaldi perjalanan, maka saya berpesan agar sebelum jam 07.00 tepat sudah ada di stasion, sayang ibu Nurnaningsi yang mengantar rombongan terlambat satu menit, sehingga harus menunggu kereta api berikutnya dari Amsterdam menuju Brussels satu jam lagi. Menunggu satu jam di musim dingin seperti ini sangat menyiksa.
Itulah kenangan yang tidak pernah saya lupakan di negeri "Kincir Angin." Saya menyaksikan Ibu Ras kedinginan di stasiun pada udara terbuka menunggu kereta api dari Amsterdam. Saya bersyukur karena pernah tinggal di negeri Keju ini. Begitu banyak kenangan tak terlupakan, terutama kebiasaan yang berbeda dengan di negara kita, Indonesia. Kenangan di Belanda adalah merupakan khazanah yang turut memperkaya pengalaman pribadi saya. Di sini membuat saya dan keluarga ibu Ras terasa lebih akrab. Pada hal tamu siapapun yang datang ke negeri "keju" Saya harus sambut sesuai kemampuan. Terus terang saya tidak menyangka jika sambutan saya ini selalu mereka ingat, maka benarlah firman Tuhan dalam QS 60, هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ