Hidup damai dan toleransi antara sekte dalam mazhab Sunni seharusnys lebih mudah tercapai. Tetapi dalam kenyataan ternyata mengalami hambatan disebabkan perbedaan dari dalam dan soal Interpretasi, yaitu: 1. Tabiat Agana, 2. Tabiat Bahasa, 3. Tabiat Manusia, dan 4. Tabiat Alam dan Kehidupan. Dalam hubungan ini kita akan membahas salah satu dari empat penyebab di atas, yaitu; Tabiat Bahasa.
Tabiat Bahasa ini ditemukan dalam banyak lafaz Alquran seperti dalam ayat wuduk QS al Maida: berbunyi: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ Surat Al Maidah (Ayat 6) (Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. Surat Al Maidah (Ayat 6) Meskipun ada perbedaan dalam interpretasi dan praktik, mazhab-mazhab Sunni memiliki kesamaan yang signifikan dalam hal dasar teologi, keyakinan, dan pandangan dunia. Kebiasaan umat yang kurang terpuji ada yang nyaman jika berbeda satu sama lain, maka yang selalu menonjol perbedaan bukan persamaan. Pada hal begitu banyak persamaan yang perlu dikemukakan. Walau demikian persatuan ini dapat disebut jinak-jinap merpati. Karena tradisi umat ada yang tidak ingin berbeda satu sama lain. Pada hal berbeda adalah sunnatulah dalam rangka fastabiqul khaerat. Pada hal dalam mazhab Sunni lebih banyak kesamaan dalam hal-hal furuiyah yang artinya dalam hal cabang yang memang dibuka perbedaan. Sedang dalam hal teologi sebenarnya sama. Perbedaannya pada interpretasi. Dari ayat di atas timbul beberapa penafsiran yang berbeda: a. Apakah tertib dari beberapa anggota badan yang harus dicuci itu, wajib atau tidak? b. Apakah huruf "ila" dalam firman Allah, ila mirfaqaeni berarti sampai? c. Apakah huruf "ba" dalam firman Allah biruusikum berarti seluruh atau sebagian atau sekedar huruf tambahan tak memberi arti apa-apa. d. Apa maksud firman Allah, "Au lamastumu anisa," sentuhan kulit atau kiasan tentang hubungan seksual sebagaimana pendapat Ibn Abbas. e. Apa yang dimaksud "tanah" yang digunakan dalam tayammum itu? Apakah debu dan jenis benda lain. f. Apa maksud "tangan" dalam firman Allah, biwujuhikum wa aidiyakum? Apakah kedua tangan atau sampai dengan kedua siku seperti dalam wudu'? g. Apa maksud "falam tajiduu maaan" (Jika tidak mendapatkan air?). Apakah orang yang tidak mendapatkan air sama sekali ataukah mendapatkan air tetapi diperlukan untuk minum atau masak, namun tidak cukup untuk wuduk? Menurut Syekh al Qardawi baru satu ayat saja sudah menimbulkan banyak interpretasi atau perbedaan. Karena itu, apa yang dikatakan kembali pada Alquran. Jika yang dimaksudkan adalah kembali kepada tafsir, berarti kembali ke aneka macan pendapat, kecuali jia toleransi dalam perbedaan. Itu sebabnya saya katakan perbedaan adalah sesuatu yang wajar dan sunnatulah. Dapat dipahami jika Umar bin abd. Azis berpandangan bahwa saya gembira karena para sahabat berbeda pendapat karena membuka ruang lebih lewes pada kami untuk memilih lebih benar dan sesuai. Yang membuat susah jika ada orang yang ingin memaksakan pendapatnya pada orang lain, dan tidak ingin beda bahkan haram hukumnya berbeda. Inilah yang membuat orang kaku. Dalam masalah furuiyah hendaknya kita memiliki keluwesan hati.
Wasalam, Kompleks GFM, 11 Okt. 2024