Gambar FOOTNOTE HISTORIS: BAGAIMANA PARA PENULIS MENUANGKAN KISAHNYA SEHINGGA MENGABADI?


Saya telah berusaha mengumpulkan lima kisah cinta yang paling melagendaris di dunia. Alhamdulillah saya telah berhasil menemukannya. Penyusunannya seperti yang ada di Ensiklopedia. Tentu saja penyusunan antara seorang penulis dan penulis lainnya bisa berbeda satu sama lain. Tujuan menulis kisah yang melagendaris ini adalah untuk memenuhi salah satu tujuan menjadi seorang sejarawan yang baik, yaitu mampu menyajikan sebuah kisah sejarah seperti para pembaca seakan hadir saat peristiwa kisah itu terjadi.

Untuk itu, saya menelusuri, bagaimana William Shakespeare  menyusun kisah cinta Romeo dan Juliat. Sehingga melagenda sampai sekarang. Sudah enam abad kisah ini mendunia. Bagaimana menyusun kisah cinta Ines de Castro dan Raja Pedro dari Portugal pada abad ke-14. Bagaimana menyusun kisah cinta Mumtaz Mahal dan Syah Jahan dari India yang makamnya menjadi destinasi wisata dan termasuk salah satu bangunan keajaiban dunia UNESCO. Bagaimana menyusun kisah cinta yang melagendaris antara Heloise dan Abelard yang telah menginspirasi banyak dramawan dan script writer dan sineas yang masyhur. Bagaimana kisah cinta abadi antara Laylah dan Majnun yang telah menginspirasi sebahagian sufi: "Kemana pun engkau menghadap di sanalah wajah Tuhan, sebagaimana jawaban Majnun ketika ia berjalan di padang tandus, yang kelihatan seperti orang gila ketika mencari kekasihnya Layla, orang yang melihat memandangnya seperti orang gila stadium lima yang mencari Laylah di padang pasir sehingga ada yang mencemohkannya." Majnun pun dengan enteng menjawab, "Ke mana pun saya menghadap di sana terpampang wajah Laylah" Keahlian Nizami Ganjavi menyusun kisah Layla Majnun sehingga mengabadi dan melagenda berabad-abad sejak abad ke-12 M. Sudah miliaran manusia telah tertarik membacanya, bahkan ada yang berpandangan; "Inilah yang menginspirasi kebanyakan para sufi, Kemana pun menghadap di sanalah terpampang wajah Ilahi."

Dengan alasan itu, sehingga disimpulkan bahwa seorang 
sejarawan yang baik, sekaligus juga seorang sastrawan yang sempurna. Itulah salah satu mata kuliah Sejarah di S1 di Fakultas Adab IAIN Alauddin dahulu yang pernah diajarkan al-marhum Prof. Dr. Saleh A. Putuhena: "Pengajaran ini selalu terkenang, tak pernah lekang di panas atau lapuk di hujan." 

Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa yang hebat bukanlah pelaku kisah seperti Romeo dan Juliat atau Layla dan Majnun tetapi yang hebat adalah penulis kisah itu, yaitu William Shakespeare atau Nizami Ganjavi yang telah mengabadikan dan melestarikan kisah itu berabad-abad dan sudah dibaca miliaran manusia sampai kini. Karena itu, sejarawan yang baik sekaligus seorang sastrawan yang baik. Itulah yang ditekankan dosen sejarah sejak di semister 1, S1 yang selalu kukenang sebagai sebuah komitmen. Saya mengharap agar calon sejarawan S1 di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin juga mencamkan komitmen ini.

Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Agustus 2024