Hari ini tepatnya 17 Agustus 2024, artinya kita sedang dalam suasana merayakan hari ulang tahun kemerdekaan ke-79. Tetapi apa betul kita sudah merdeka? Merdeka adalah hidup bebas dari segala bentuk penjajahan, baik pisik atau pun psikis. Benar, sejak 17 Agustus 1945 negara kita telah diproklamirkan kemerdekaannya oleh Ir. Soekarno-Hatta dari kolonialisme Belanda dan Jepang, tetapi kita masih terbelengguh penjahan psikis atau hawa nafsu. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar sudah merdeka?
Menurut mantan Menkopolkam, Prof. Dr. Mahfudz MD, bahwa benar kita sudah merdeka dari penjajahan pisik, tetapi, belum bisa melepaskan diri dari penjajahan psikis atau hawa nafsu. Di mana-mana terjadi korupsi; di kiri-kanan, di atas dan di bawah terjadi korupsi, bahkan lebih parah dari era Orde Baru yang telah direformasi. Karena itu, muncul pertanyaan; apakah kita sudah benar merdeka? Apa lagi, penerima sogokan adalah pemegang kekuasaan, sperti Ketua KPK sendiri yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Sekali lagi kita bertanya; apakah kita sudah merdeka? Merdeka sesungguhnya, apabila sudah sanggup menaklukan diri sendiri.
Banyak daerah di Indonesia memiliki persawahan luas, sehingga ke mana pun mata memandang yang terlihat sawah yang membentang luas di pelupuk mata. Tetapi dalam waktu yang sama timbul pertanyaan; Kenapa masih menimport beras? Hal itu sebagai pertanda bahwa kita belum merdeka.
Negara Indonesia membentang luas dari Sabang sampai Marouke dari Miangas sampai ke Pulau Rote sebagian besar terdiri dari lautan yang bisa diproses menjadi garam. Sehingga rakyat Indonesia tidak akan pernah kekurangan garam. Dalam realitas justru terjadi sebaliknys, kenapa kita masih menimport garam dari Singapura, sebuah negeri kecil yang nyaris tak punya laut? Ini salah satu indikator bahwa kita belum merdeka.
Menurut menteri keuangan setiap anak yang baru lahir sudah ditunggu utang Rp 30 juta. Berbeda dengan negara Qatar bahwa setiap anak yang baru lahir justru diberi bonus. Ini juga pertanda bahwa kita belum merdeka. Padahal, negara Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai negara kaya, baik di darat atau pun di laut bahkan kekayaannya banyak tersimpang di bawah tanah berupa tambang dan terlihat di atas tanah berupa sawah dan aneka ragam buah yang berlimpah. Namun kita disuguhi kenyataan bahwa utang Presiden Jakawi tembus Rp 800. 334 triliun. Pertanyaannya, apakah benar kita sudah merdeka?
Golkar adalah partai tertua, sudah berumur sekitar 60 tahun. Tetapi Ketua Umumnya dapat tekanan dan diminta untuk mengundurkan diri, seperti dikatakan Yusuf Hamka yang juga turut mundur dari Golkar menyusul Ir. Airlangha Hartanto. "Patut diduga bahwa ada kekuatan besar yang membuat ketum Golkar mundur," kata Yusuf Hamka dalam jumpa perss. Walaupun beliau telah berhasil mengantar partainya sebagai pemenang kedua. Ini juga pertanda bahwa kita belum merdeka.
Terakhir, Indonesia mayoritas muslim dengan dasar Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Maha Esa. Indonesia juga dikenal sebagai negara plural dan multi agama, tetapi setiap warganya diberi kebebasan menginplementasikan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Namun, putri muslimah yang sejak SD sudah dididik memakai jilbab sebagai pelaksanaan kepercayaan agamanya. Sangat disayangkan mereka dilarang pakai jilbab pada pengukuhan Paskibrata (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka). Pertanyaannya, apakah kita sudah merdeka? Sebenarnya pengambil kebijakan di negeri ini, ibarat pencuri buah. Buah itu sudah dipegang di tangannya. Untung banyak yang berani bersuara lantang menegurnya. Mungkin di antaranya Anda via medsos. Ketika penanggungjawabnya ditegur sebagai pencuri buah, dengan enteng dia menjawab: "Saya hanya pegang-pegang saja. Tetapi andai tidak ada teeguran, maka dia pasti ambil betulan." Menurut ulama besar almarhum Prof. Dr. Syekh Yusuf Al-Qardawi bahwa yang paling berbahaya sesungguhnya bukan keseragaman melainkan jika ada orang ingin menyeragamkan semuanya, sementara Tuhan menciptakan manusia aneka ragam, suku, etnis, dan agama. Karena itu, penyeragaman bertentangan dengan Sunnatullah. Saya menghimbau agar setiap warga negara, bisa merasakan kemerdekaan lewat nikmat perbedaan itu. Disinilah tugas pemerintah untuk memelihara setiap warga agar saling menghargai perbedaan dan mencegah kesalahpahaman terhadap khazanah keanekaragaman itu. Akhirnya, saya mengharapkan seluruh warga negara yang plural, berani mengimplementasikan perbedaan di negara tercinta RI yang beraneka ragam itu, keberanian itu dijamin oleh undang-undang. Saya juga menghimbau agar setiap warga negara benar-benar ikut merasakan nikmatnya kemerdekaan itu.
Wasalam, Kompleks GPM, 17 Agustus 2024