Setiap ibadah mengandung dua hal, yaitu ada persyartan yang bersifat formal yaitu menahan diri dari makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Selain itu ada persyaratan yang bersifat substansi, yaitu menahan diri dari segala  bentuk perbuatan dosa, seperti berkata jelek, menghina, memfitnah, mengutuk, berbohong, dan bertengkar. Puasa dalam pengertian terakhir ini disebut dalam ilmu tasawuf hakikat puasa. Puasa formal harus diiringi substansi puasa, tanpa substansi puasa inilah yang disebutkan dalam hadis,
قَالَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ بِأَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ؛  حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ *
و قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ *
 
Ramadan bulan momentum, momentum Berbuat baik: Tidak heran banyak orang memanfaatkan momentum itu dengan banyak beribadah, seperti:
1. Melaksanakan salat sunah: a) Tarawih, tidak ada salat tarawih kecuali di bulan Ramadan, b) mendaras al-Quran: tetapi jangan sekedar dibaca, tetapi juga diketahui maknanya dan terakhir, diamalkan dalam kehidupan. Dalam hadis:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ * المصدر: سنن الترمذي؛ الكتاب: فضائل القرآن
2. Sadakah/Zakat: Zakat itu tergantung dari haul dan nisab, tetapi kenapa bulan Ramadan. Untuk mendapatkan dua kebaikan sekaligus: 1) Memudahkan mengingat haul, 2) Ramadan banyak pahala yang berlipat. Argemennya:
1. Masalah hilal adalah masalah furuiyah khilafiyah. Dalam pandangan IMMIM: masalah furuiyah khilafiyah sedang masalah furuiyah dan khilafiyah harus disikapi dengan toleransi.
2. Tetapi masalah khilafiyah tentang awal puasa dan lebaran berbeda dengan furuiyah khilafiyah dalam kunut dan rakaat tarawi. Kunut dan tarawih jika berbeda hanya berdampak sosial ke dalam umat dan itu pun dianggap sudah selesai. Berbeda dengan awal puasa dan lebaran akan berdampak pada sosial eksteren umat Islam. Masyarakat awan dan orang luar yang tidak tahu masalah khilafiyah mereka memandang ada perpecahan dalam intern umat Islam.
3. Insya Allah sampai tahun 2022, persamaan waktu puasa akan tetap sama dan sementara kementerian agama akan mencari titik temu agar terjadi kesepakatan semua organisasi Islam yang akan memudahkan membuat kalender Islam yang sama.
 
Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Maret 2023 M/ 27 Syaban 1444 H