Gambar Fondasi yang Retak


Seorang ibu muda tampak panik di ruang Instalasi Gawat Darurat. Anaknya kejang. Dengan napas terengah dan air mata mengalir, ia menyerahkan si kecil kepada dokter jaga.


“Dok… tolong anak saya…”


Tanpa banyak tanya, dokter itu segera membawa sang anak ke ruang tindakan. Sementara sang ibu hanya bisa duduk di bangku tunggu, menggenggam tangan suaminya, berdoa dalam gelisah. Ia menyerahkan anaknya — hartanya yang paling berharga — kepada seseorang yang bahkan belum dikenalnya.


Mengapa?

Karena ia percaya.

Ia yakin, si dokter akan melakukan yang terbaik.


Ketika seseorang menitipkan sesuatu yang sangat berharga — entah nyawa, jabatan, uang, atau rahasia — dan kita menjaga titipan itu sepenuh hati, saat itulah kita sedang memikul amanah.

Dan dari situlah, semua peradaban bermula.


Apa Itu Amanah?


Amanah berarti tanggung jawab atas kepercayaan.

Sesederhana ini: ketika ada yang mempercayakan sesuatu kepada kita — untuk dijaga, dirawat, atau ditunaikan — maka itu adalah amanah.


Sahabat menitipkan rahasia, itu amanah.

Pasien menyerahkan tubuhnya untuk dioperasi, itu amanah.

Rakyat memilih pemimpin, itu pun amanah.


Amanah bukan hanya ajaran agama — ia adalah pondasi kehidupan sosial.

Tanpa amanah, kepercayaan runtuh. Dan tanpa kepercayaan, tidak ada bangsa yang bisa berdiri kokoh.


Bayangkan hidup tanpa kepercayaan.


ASN yang datang hanya untuk absen, lalu menghilang.

Tukang ojek sengaja memutar arah demi ongkos lebih.

Pejabat menggunakan jabatannya demi kepentingan pribadi.

Pendidik  yang mengajar asal-asalan karena tak ada yang mengawasi.

Mahasiswa mencontek karena tak ada yang memperhatikan.


Apa yang terjadi?

Hidup jadi mahal. Segalanya lambat. Hubungan antar manusia jadi penuh curiga.

Kepercayaan hancur, dan semua harus diawasi. Kita pun lelah — lahir dan batin.


Negara bukan hancur karena musuh dari luar,

tapi karena retaknya fondasi dari dalam: hilangnya amanah.

--


Jauh sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW telah dijuluki Al-Amin — yang terpercaya.

Bukan karena pencitraan, tapi karena integritas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.


Ketika muda, beliau menjadi pedagang untuk Khadijah. Dalam perjalanan ke Syam, ia tidak hanya menjaga barang dagangan dengan jujur, tapi juga membawa keuntungan besar.

Namun sepulangnya, seluruh keuntungan diserahkan kepada Khadijah. Tak sepeser pun diambil melebihi upah yang disepakati.


Bayangkan jika semua pedagang seperti itu.

Tak ada penipuan. Tak ada kecurangan.

Ekonomi akan tumbuh dalam kejujuran.

Rantai distribusi bersih. Hidup jadi damai sejahtera.


Indonesia Hari Ini: Retaknya Amanah


Kita tidak kekurangan orang pintar.

Yang kurang adalah orang yang bisa dipercaya.


Pegawai yang bekerja hanya saat diawasi;

Begitu atasan pergi, pekerjaan ditinggal. Gaji tetap jalan, tapi kerja tak optimal. Ini bukan sekadar soal malas — tapi soal hilangnya tanggung jawab.


Pejabat yang lupa siapa majikannya;

Saat kampanye, janji melayani rakyat. Tapi saat berkuasa, malah melayani diri sendiri.


Penegak hukum yang bisa “dibeli”;

Aparat yang minta damai di tempat, jaksa dan hakim yang bisa “dilobi”.

Simbol keadilan berubah jadi simbol keraguan.


Tenaga pendidik yang kehilangan ruh pengabdian;

Mengajar sekadar menggugurkan kewajiban. Padahal mereka adalah pembentuk karakter bangsa.


Mengapa Ini Terjadi?


1. Pendidikan yang Fokus pada Nilai, Bukan Karakter.

Sekolah / kampus sibuk mengejar ranking dan akreditasi, tapi lupa membentuk kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab.


2. Budaya “Asal Bapak Senang”

Yang penting terlihat sibuk, meski hasil tak seberapa. Integritas dikalahkan pencitraan.


3. Penegakan Hukum yang Lemah

Yang bersalah bebas, yang jujur ditekan. Jika salah tidak dihukum, mengapa harus benar?


4. Budaya Serba Instan

Semua ingin cepat kaya, cepat sukses — tanpa kerja keras dan proses.

Padahal amanah menuntut proses, bukan hasil instan.


Apa yang Bisa Kita Lakukan?


✅ Mulai dari Diri Sendiri

Kerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, meski tak ada yang melihat.

Jujur meski bisa curang. Disiplin meski tak ada hukuman.


✅ Didik Anak dengan Karakter, Bukan Sekadar Nilai

Ajarkan kejujuran, tanggung jawab, dan menepati janji.

Ijazah bisa didapat, tapi karakter yang membentuk masa depan.


✅ Pilih Pemimpin yang Amanah

Bukan yang banyak janji, tapi yang terbukti kerja nyata.

Gunakan suara kita dengan bijak.


✅ Dukung Penegakan Hukum yang Tegas dan Adil

Kita butuh aparat yang bersih dan berani.

Hukum harus menjadi penjaga keadilan — bukan alat kuasa.


So.... 

Mulailah dari diri sendiri.

Dari janji kecil yang ditepati.

Dari sholat yang tidak ditunda.

Dari pekerjaan yang diselesaikan dengan niat ibadah.


Karena peradaban besar tak dibangun dalam semalam.

Ia tumbuh dari pribadi-pribadi yang bisa dipercaya.

Dari fondasi yang kuat. Dari hati yang menjaga amanah.


Perlahan, tapi pasti — bangsa ini akan berdiri tegak di mata dunia.

Insyaallah.