Gambar BISAKAH ANTARA SESAMA SUNNI HIDUP TOLERANSI? (Puisi Refleksi Penutup – Seri 8


Jika kita pesimis,

akan kita katakan:

“Sesama Sunni saja sulit bersatu,

apalagi lintas agama dan mazhab yang berpeluh ragu.”


Namun, benarkah kita tak bisa sejalan,

padahal kiblat sama, Al-Qur’an satu pegangan?

Di sebuah kompleks kecil di Sidoarjo,

aku menyimak denyut umat dalam sunyi yang nyata.


Tiga kelompok hidup berdampingan:

yang reformis—menolak Haul dengan dalil tajam,

yang normatif—mendukungnya dengan ayat dan sanad,

dan yang tradisional—mewarisi jejak nenek moyang dengan khidmat.


Tiga arus dalam satu kawasan,

tak saling mengusir, tak pula mencaci makian.

Mereka berbeda dalam Haul,

tapi tetap bersalaman dan berbagi lauk di meja yang sama.


Lalu, apakah harapan itu utopia?

Bukankah lebih jauh lagi,

aku pernah duduk bersama pendeta di Leiden,

membincang nasib manusia, bukan sekadar tafsir surga-neraka?


Di Rotterdam, aku saksikan

pengajian Arkoun dipadati para Nasrani.

Ia bicara tentang Islam Universal,

yang membuka tangan, bukan membentengi diri.


Tak sulit mengopi pendekatannya,

hingga aku diundang ke Sorong

membawakan ceramah Halal Bihalal—

di tanah yang plural, di tengah peluk keberagaman.


Lalu kusadari,

yang perlu kita latih adalah membedakan

mana yang tak bisa ditawar karena menyangkut iman,

dan mana yang bisa dirajut demi cinta sesama insan.


Toleransi bukan melebur keyakinan,

tapi menjaga perbedaan dengan keikhlasan.

Bukan menyamakan tafsir dan dalil,

tapi menyamakan rasa duka, lapar, dan harapan yang mengalir.


Jika Katolik dan Protestan bisa berpelukan,

jika Sunni dan Syiah mulai berdialog perlahan,

maka sesama Sunni seharusnya lebih mudah berdamai,

asal hati tidak dikuasai oleh rasa paling benar sendiri yang membutakan damai.


Karena hidup di negeri bernama Indonesia,

adalah hidup dalam taman warna-warni ciptaan Ilahi.

Tak ada bunga tunggal yang boleh memonopoli harum,

semuanya tumbuh bersama, sepanjang akarnya menghujam di bumi yang maklum.


Mari kita rawat semangat ini,

dengan ilmu, cinta, dan hati yang bersih.

Karena persatuan bukan mimpi,

jika kerendahan hati menjadi kunci.


Wassalam dari Kompleks GFM

5 Agustus 2025