Kyai di Jawa kadang merasa bingung dalam memaknai kata-kata dalam hadits-hadits. Dan memang ebih baik bingung daripada tidak, karena orang yang ridak bingung, sering kali keliru tapi PD (percaya diri). Misalnya, ada hadits yang menerangkan tentang perilaku istri. Di hadits itu disebutkan tentang cara menangani istri yang membangkang, dan cara menanganinya adalah dengan kaata, واضربو هن ن 'maka pukullah mereka', maka kalau orang yang memaknainya tidak bingung, pasti dia langsung menerjemahkan dengan 'pukullah', dengan begitu dia nanti bisa dilaporkan pada komnas HAM (Hak Asasi Manusia). Sedangkan orang yang bingung dalam memaknainya, pasti akan ber-tathallu' (mencari-cari) maknanya, lalu menemukannya di semua tafsir bahwa maknanya adalah aa ضربا غير مبرج 'memukul yang tidak menyakiti". Jadi, kekeliruan seringkali dimulai dari orang-orang yang tidak bingung. Karena ilmunya tidak cukup, maka asal memaknai saja dan tidak berpikir lebih dalam.
Bingung Itu penting. Tidak ada orang alim yang pada mulanya tidak pernah bingung. Orang alim tidak bisa PD (percaya diri), karena referensi keilmuannya banyak dan kemungkinan-kemungkinan dari suatu masalah juga banyak. Sehingga, jika ada kosa kata tertentu yang kurang Jelas, maka para ulama berpikir dulu mengenai maknanya, apakah itu maknawy atau lafzhy.
Kemudian tentang kata غلق. Jika ada yang memaknainya 'segumpal darah', pasti para ahli embriologi akan mengkritiknya, karena tidak ada segumpal darah dalam proses pembentukan janin. Tapi jika غلق ditetapkan berasal dari kata علق يعاق علقت sesuatu yang menempel", yaitu zigot yang berhasil menempel di dinding rahim, lalu akan berkembang menjadi janin, maka pemaknaan itu yang lebih tepat.
Inilah barakah dari bingung. Orang menjadi tidak sombong dan tidak merasa paling tahu, karena segala sesuatu harus dipikirkan dan dikaji dulu secara mendalam. Ditranskrip dari ceramah Gus Baha'