Pernahkah kita merenung…Mengapa orang menjauh, bukan karena pukulan, tapi karena ucapan?
Mengapa cinta pudar, bukan karena kemiskinan, tapi karena lisan yang tak dijaga?
Mengapa organisasi retak, rumah tangga runtuh, sahabat terpisah, padahal semua diawali hanya oleh… kata?
Tak semua kebencian perlu diucap, karena kadang diam adalah bentuk kedewasaan.
Namun tak semua kata pantas diucap, karena bisa membakar lebih cepat dari api.
Inilah pentingnya “Benci tanpa kata dan kata tanpa benci” , dua sisi dari kearifan Islam dalam menjaga lisan.
Dan pada saat bersamaan, pertanyaan-pertanyaan penting yang harus muncul dalam mengundang dan menghadirkan kesadaran dalam diri kita sebelum berucap:
Mengapa ada manusia yang menyimpan benci tanpa sepatah kata pun, namun mengalirkan hawa dingin yang menusuk relung jiwa?
Mengapa pula ada yang berbicara tanpa kebencian, tapi kata-katanya menjadi pisau yang melukai lebih dalam dari luka fisik?
Apakah diam selalu bijak? Apakah berkata selalu benar?
Di era ini, adakah ruang bagi kata-kata yang menyejukkan, yang hadir tanpa kepentingan, tanpa dendam, tanpa kebencian?
Apakah lisan kita adalah cermin dari hati yang bersih, atau justru saluran dari ego yang busuk?
Di tengah derasnya ujaran kebencian, fitnah, sarkasme digital, dan bisu sosial yang dingin, masihkah kita sadar bahwa setiap kata yang lahir dari lisan adalah amanah yang kelak akan ditagih di hadapan Tuhan?
Masihkah kita percaya bahwa diam bisa menjadi ibadah, dan kata bisa jadi jembatan menuju surga atau neraka?
Kata: Amanah yang Terlupa
Islam mengajarkan bahwa kata adalah amanah, bukan sekadar pelafalan.
Ia bisa menjadi sedekah, namun juga bisa menjadi fitnah. Ia bisa menjadi doa, namun juga bisa menjadi dosa.
“وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا"
"Dan berkatalah yang baik kepada manusia."
(QS. Al-Baqarah: 83)
“الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ"
"Kata-kata yang baik adalah sedekah."(HR. Muslim)
Maka, bijaklah dalam bertutur, karena setiap kata adalah benih, dan setiap benih akan tumbuh menjadi bunga atau duri.
Diam Tak Selalu Lemah, Bicara Tak Selalu Kuat
Kadang, saat hati kita penuh luka, lidah ingin melawan. Tapi Islam mengajarkan bahwa menahan kata dalam amarah adalah kekuatan sejati.
“لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِندَ الْغَضَبِ"
"Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, jika kau membenci, diam bisa menjadi obat. Dan jika kau berkata, pastikan kata itu tak mengandung benci.
Bertutur dalam Interaksi Sosial: Cermin Akhlak Islami
1. Dalam organisasi dan musyawarah, gunakan kata untuk menyatukan, bukan menyudutkan.
Musyawarah yang barakah adalah yang penuh adab, bukan ego.
Rasulullah SAW.bersabda:
“المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده"
"Seorang Muslim adalah yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya."(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dalam masjid dan majelis ilmu, jangan biarkan kata menjadi sumber debat tanpa hikmah.
Bicaralah lembut, sebab yang kita hadapi adalah hamba Allah, bukan lawan.
3. Dalam rumah tangga, lisan adalah pelita cinta atau pemantik luka. Jangan biarkan pasangan atau anakmu hidup dalam bayang-bayang bentakan.
4. Dalam dunia kerja dan bisnis, reputasi kadang bukan dibangun dari portofolio, tapi dari tutur kata.
Seorang pemimpin, guru, atau pebisnis yang santun adalah aset yang langka.
5. Dalam dunia pendidikan, kata bisa menjadi sayap bagi murid untuk terbang, atau rantai yang membelenggu semangat mereka.
Pertanyaan-Pertanyaan Introspektif untuk Kita Renungkan:
Sejauh mana kata-kataku telah menyakiti atau menyembuhkan orang lain?
Apakah aku lebih suka didengar daripada mendengarkan?
Apakah aku bisa menahan lisan saat sedang marah?
Apakah aku sering berbicara hanya untuk menang, bukan untuk memahami?
Apakah aku pernah menyesali kata-kata yang telah aku ucapkan?
Kata yang Menjadi Jalan Surga
Wahai jiwa-jiwa yang mendamba ketenangan…Jagalah lisanmu sebagaimana engkau menjaga hartamu. Karena Rasulullah SAW. bersabda:
“من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصمت"
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."
Kata-kata adalah pilihan.Bisa menjadi jembatan silaturahim, atau jurang permusuhan.
Maka, berkatalah tanpa benci,
dan jika hatimu penuh luka, diam tanpa menyebar luka.
Karena kadang, keheningan adalah keteduhan yang menyelamatkan.
Dan kata-kata yang baik, adalah warisan jiwa yang bijaksana.
Dan pada akhirnya hanya kepada Allahlah kita berharap sembari berdo’a agar kita lebih bijak dalam bertutur sehingga tidak menimbukkan kebencian dan kalaupun benci tidak berkata-kata yang menimbulkan perselisihan dan permusuhan .
Do’a Agar Bijak dalam Bertutur Kata
(اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِسَانِي نُورًا وَاجْعَلْ كَلِمَاتِي هُدًى وَرَحْمَةً)
اللَّهُمَّ اهْدِ قَلْبِي وَسَدِّدْ لِسَانِي، وَاجْعَلْ كَلِمَاتِي بَلْسَمًا لِلْقُلُوبِ، وَلَا تَجْعَلْهَا سَبَبًا لِلنِّزَاعِ وَالْكَرَاهِيَةِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ يَقُولُ الْحَقَّ بِحِكْمَةٍ، وَيَصْمُتُ عَنْ الْبَاطِلِ بِصَبْرٍ، وَيُصْلِحُ مَا بَيْنَ النَّاسِ بِكَلِمَاتٍ طَيِّبَةٍ.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ لِسَانِي مِنَ الْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ، وَاجْعَلْنِي دَاعِيًا لِلسَّلَامِ، لَا لِلشِّقَاقِ، رَافِعًا لِلرُّوحِ، لَا هَادِمًا لِلْقُلُوبِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَمْتِي فِكْرًا، وَنُطْقِي ذِكْرًا، وَكَلَامِي حِكْمَةً، وَسُكُوتِي رَحْمَةً
“Ya Allah, jadikan lisanku cahaya, dan ucapanku sebagai petunjuk dan rahmat.
Ya Allah, tuntunlah hatiku dan luruskan lisanku. Jadikanlah kata-kataku penawar bagi hati, bukan penyebab perpecahan dan kebencian.
Ya Allah, jadikan aku termasuk orang yang berkata benar dengan bijak, diam dari kebatilan dengan sabar, dan mendamaikan manusia dengan kata-kata yang lembut.
Ya Allah, sucikan lisanku dari gibah dan fitnah, jadikan aku penyeru perdamaian, bukan pemecah belah. Pengangkat semangat, bukan peruntuh jiwa.
Ya Allah, jadikan diamku sebagai perenungan, ucapanku sebagai dzikir, dan kata-kataku sebagai hikmah, serta kesunyianku sebagai rahmat.”
#Wallahu A’lam Bis-Sawab