Semalam, sembari menikmati pertandingan sepak bola piala FA antara City vs Liverpol, saya menerima WA dari salah seorang pengurus masjid untuk membahas tema: Al Qur'an: Mukjizat dan Realita Sosial pada malam ke enam belas Bulan Ramadhan, tepatnya ceramah usai shalat Isya, sebagaimana umumnya yang dilakukan oleh banyak masjid di Bulan Suci Ramadhan.
Awalnya, saya ragu untuk membahas hal ini, betapa tidak kajian tentang al-Qur'an sudah banyak di ulas oleh para mufassir yang ilmunya sudah tidak diragukan lagi. Bagaimana mungkin orang seperti saya yang memiliki setitik pengetahuan akan mampu membahas hal tersebut. Namun untuk tidak mengecewakan pengurus masjid saya jawab," Insya Allah".
Malam berlalu, waktu sahur pun datang, sebelum santap sahur tiba- tiba saya teringat Firman Allah swt,"Katakanlah wahai Muhammad, andai lautan dijadikan tinta, untuk menulis ilmu Allah, maka ilmu Allah tidak akan pernah habis". Ayat ini memotivasi saya untuk bisa mewujudkan harapan pengurus masjid. Setelah sahur, saya membuka beberapa buku di perpustakaan pribadi dan ada dua buku yang menarik perhatian saya untuk menulis tentang judul di atas, yakni:Mukjizat Al- Qur'an, karya al- Mukarram Prof. Dr. Quraish Shihab dan Tafsir Qur'an Muslim Modern, karya J. M. S. Baljon.
Mukjizat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab," Kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia". Pengertian tersebut tidak sama dengan pengertian mukjizat dalam istilah agama Islam.
Mukjizat berasal dari kata bahasa Arab a'jaza, yang berarti," Melemahkan atau menjadi tidak mampu". Pelakunya dinamai mu'jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, maka ua dinamai mukjizat. Tambahan "ta marbuthih" pada akhir katanya mengandung makna mubalaghoh.
Di antara unsur yang menyertai mukjizat adalah Peristiwa alam, misalnya yang terlihat sehari- hari, walaupun menakjubkan tidak dinamai mukjizat, karena karena ia telah merupakan sesuatu yang biasa. Yang dimaksud dengan luar biasa ialah sesuatu yang berada di luar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum- hukumnya. Dengan demikian, hipnotisme atau sihir, misalnya, walaupun sekilas terlihat ajaib atau luar biasa, namun karena ia dapat dipelajari maka ia tidak termasuk dalam pengertian "luar biasa" menurut devenisi di atas.
Pada masa klasik Islam keunikan yang tidak tersamakan dari al-Qur'an diakui karena susunan dan kesempurnaannya yang menakjubkan. Namun, kaum modernis tidak menunjukkan sikap antusias mereka dalam menyatakan nilai- nilai luhur yang terdapat dalam al-Qur'an. Padahal al-Qur'an merupakan Kitab yang tidak tertandingi, baik dalam idiom maupun gaya bahasanya. Perhatian masyarakat harus diarahkan pada ibadah kepada Allah swt., dan tatanan sosial.
Bagi kaum modernis Muslim, masyarakat harus selalu bergerak maju. Perbaikan dan evaluasi harus srnantiasa dilakukan dengan tanpa mengenal lelah. Olehnya, pemikiran evolusionis Darwin diterapkan dalam kerangkan kebermanfaatan: semakin lama hal- hal yang tidak berguna akan dikalahkan oleh yang bernilai. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Azad, al-Qur'an menunjuk akan hal yang paling berguna dan bukannya kelangsungan hidup dari yang terbaik, karena dari sudut pandang ini yang terbaik sudah tentu adalah yang paling berguna.
Agar seorang Muslim sukses dalam memperbaiki kondisi sosial dan masyarakat, maka setiap Muslim harus memiliki moralitas borjuis yang yang tipikal, dimana sifat moderat, kegunaan dan akal sehat merupakan unsur- unsur dasar.
Mawdudi mengatakan,"Islam tidak menekan hasrat apapun dari manusia, melainkan menjaga agar nafsu apa pun tetap dalam batas- batas kepantasan dan rasional. Ia tidak menolak gagasan yang membunbung tinggi, tetapi memberi ruang yang baik dan arah yang lebih tepat kepada terbsngunnya gagasan tersebut".
Kehormatan manusia sangat dijunjung tinggi. Perbudakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Parwez dengan meniru Ahmad Khan, secara prinsip telah terhapus oleh ayat Q. S. 47: 5/4.
Semoga bermanfaat.

Allah A'lam
Makassar, 17 April 2022